Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kronologi Polemik Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu

MAKI akhirnya melaporkan Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani, dan PPATK ke Bareskrim.
Kronologi Polemik Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu. Ilustrasi
Kronologi Polemik Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu. Ilustrasi

Pada rapat yang sama, DPR pun bertanya-tanya soal payung hukum mengenai penyampaikan informasi dari PPATK tersebut kepada publik. Beberapa menilai bahwa tidak seharusnya Menko Polhukam, selaku Ketua Komite TPPU, dan PPATK membeberkan informasi tersebut kepada masyarakat.

Misalnya, Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat Benny K. Harman yang sempat menuding adanya motif politik dari Ketua Komite TPPU dan PPATK dalam mengungkap transaksi Rp349 triliun di Kemenkeu itu.

Menurut Benny, penyampaian informasi hasil analisis PPATK itu oleh Mahfud tidak sesuai dengan Undang-undang (UU) yang ada. Hal tersebut kendati penilaian PPATK bahwa penyampaikan informasi itu boleh.

"Kalau dikatakan boleh, coba tunjukkan pasal berapa. Sebab kalau tidak, saudara Menko Polhukam dan anda [Ketua PPATK] juga sebetulnya punya niat politik yang tidak sehat. Mau memojokkan Kemenkeu atau sejumlah tokoh di Kemenkeu," ujarnya.

Anggota Komisi III Fraksi PDIP Arteria Dahlan bahkan lebih sangar. Dia menyebut Mahfud yang membocorkan informasi soal transaksi janggal di Kemenkeu itu bisa diancam pidana penjara paling lama 4 tahun, terkait dengan pasal 11 UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

"Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga Menko yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," katanya dalam rapat yang sama.

Sejumlah Pejabat Akhirnya Dipolisikan

Untuk menguji pernyataan DPR, Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman bakal melaporkan Menko Polhukam, Ketua PPATK, dan Menteri Keuangan dengan dugaan membuka rahasia.

Akan tetapi, langkah Boyamin itu sebenarnya untuk membela PPATK secara khusus. Dia menilai apa yang dilakukan lembaga intelijen keuangan itu tidak melanggar hukum pidana. Dia lalu menyayangkan sikap DPR yang justru tidak mendukung langkah PPATK untuk membuka dugaan TPPU dari transaksi Rp349 triliun itu.

"DPR justru terkesan politisasi atas kinerja PPATK dengan mengatakan PPATK menyerang Kementerian Keuangan atau orang Kementerian Keuangan," ujarnya melalui pernyataan resmi.

Untuk itu, hari ini, Selasa (28/3/2023), Boyamin akan mengirimkan laporan tersebut ke Bareskrim Polri. Pihak terlapor yakni Kepala PPATK, Menko Polhukam, dan Menteri Keuangan.

Dia mengatakan bahwa anggota DPR harus menjadi saksi dari perkara tersebut. Tiga anggota DPR yang diajukan untuk menjadi saksi atau saksi ahli yakni Arterian Dahlan (PDIP), Arsul Sani (PPP), dan Benny K. Harman (Demokrat).

Sentimen MAKI diamini oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Dia menilai tindakan PPATK sejatinya berada dalam konteks kewenangannya sebagai penyidik dalam TPPU.

Lembaga yang bertugas langsung di bawah arahan Presiden itu disebut memiliki otoritas sendiri dalam mengawasi seluruh transaksi. PPATK juga berhak menilai dan memutuskan apabila sebuah transaksi dianggap mencurigakan.

"Jadi tidak ada unsur pidana dari apa yang dilakukan PPATK," ujar Fickar kepada Bisnis, Senin (27/3/2023).

Akhirnya, MAKI menepati janjinya yakni melaporkan PPATK, Menkopolhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait aliran dana Rp349 triliun ke Bareskrim Polri. Namun, tidak seperti pelapor lainnya, MAKI malah berharap laporan tersebut ditolak oleh pihak Bareskrim.

"Sesuai janji saya, saya hadir di Bareskrim hari ini untuk melaporkan dugaan tindak pidana membuka rahasia data atau keterangan hasil dari PPATK yang diduga dilakukan oleh Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, terus Menkopolhukam Pak Mahfud MD, terus Menteri Keuangan Bu Sri Mulyani," ujar Koordinator MAKI Boyamin, di Bareskrim Polri, Selasa (28/3/2023).

Boyamin berdalih jika laporan ini ditolak, berarti apa yang dikatakan oleh pihak PPATK, Mahfud MD, dan Sri Mulyani bukan merupakan tindak pidana. Serta subtansi yang dirinya lakukan untuk membongkar adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terjadi Lebih lanjut, Boyamin menyebut jika nantinya memang laporannya diterima, maka itu merupakan urusan penyidik yang melakukan proses hukum lebih lanjut atas laporannya tersebut.

"Ya kalau diterima diteruskan, dalam pengertian diteruskan nanti seperti apa ya nanti biar lah hukum yang akan melakukan proses-proses berikutnya," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper