Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya memanggil mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna ke persidangan lanjutan kasus korupsi helikopter AW-101.
Lembaga antirasuah bahkan mengirimkan surat panggilan ke kantor pengacara Agus. Namun, surat tersebut ditolak.
"Pemanggilan saksi untuk hari ini tersebut kami serahkan ke kantor pengacaranya namun pihak pengacara juga menolak menerima surat tersebur," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (5/12/2022).
Selain itu, pihaknya sudah dua kali melayangkan surat panggilan ke dua alamat rumah Agus. Lembaga antirasuah, kata Ali juga sudah meminta bantuan TNI untuk memanggil Agus.
"Namun saksi ini tetap tidak taat hukum dan mangkir dari panggilan pengadilan," kata Ali.
Adapun, dalam perkara ini, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenneway melakukan tindak pidana korupsi.
Irfan didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.
Perbuatan Irfan dilakukan secara bersama-sama dengan sejumlah pihak yakni Eks KSAU Agus Supriatna, Lorenzo Pariani selaku Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products, Bennyanto Sutjiadji selaku Direktur Lejardo Pte Ltd.
Selanjutnya, Heribertus Hendi Haryoko mantan selaku Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (KADISADA AU), Fachri Adamy selaku mantan Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara, dan Wisnu Wicaksono selaku Mantan Kepala Pemegang Kas (PEKAS) Mabes TNI AU.
Dalam surat dakwaan Irfan disebut melakukan pengaturan spesifikasi teknis, proses pengadaan, penyeragan barang hasil pengadaan, Helikopter AW-101 secara bersama-sama dengan para pihak yang disebutkan di atas.
Irfan juga didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain. Secara perinci jaksa menyebut Irfan memperkaya dirinya sebesar Rp183,2 miliar.
Irfan juga turut memperkaya Agus Supriatna sebesar Rp17,7 miliar, memperkaya korporasi yaitu perusahaaan Agusta Westland sebesar US$29,5 juta atau senilai Rp391,6 miliar serta memperkaya perusahaan Lejardo Pte Ltd, sebesar US$10,95 juta atau senilai Rp146,3 miliar.
Atas perbuatannya Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.