Pengguna media sosial telah melaporkan banyak unggahan TikTok sejak pemilu berlangsung. Uggahan itu menyebut kerusuhan di Kuala Lumpur pada 13 Mei 1969, yang menewaskan sekitar 200 orang, beberapa hari setelah partai oposisi didukung oleh pemilih etnis Tionghoa melakukan terobosan dalam pemilihan.
TikTok telah menghapus video dengan konten terkait 13 Mei yang melanggar pedoman komunitasnya, dengan mengatakan "tidak ada toleransi" untuk ujaran kebencian dan ekstremisme kekerasan.
TikTok menolak mengungkap jumlah unggahan yang dihapus atau jumlah keluhan yang diterima. Pihaknya akan menghapus semua akun yang dioperasikan oleh pengguna di bawah usia 13 tahun setelah beberapa orangtua mengeluh bahwa anak-anak mereka terpapar konten yang menyinggung.
Reuters meninjau sekitar 100 video di TikTok, beberapa di antaranya menampilkan orang-orang yang memamerkan senjata seperti pisau dan parang.
Beberapa berbicara kepada "pejuang muda Melayu" dan mengatakan pendukung Anwar harus "mengingat insiden 13 Mei".
Sebagai tanggapan, banjir video yang menjelaskan sejarah kekerasan 13 Mei muncul dengan banyak pengguna etnis Melayu menyerukan persatuan dan mengkritik mereka yang menghasut kekerasan.
Polisi mengimbau pengguna media sosial untuk menahan diri dari memposting konten "provokatif", dengan mengatakan mereka telah mendeteksi postingan yang menyentuh ras dan agama, dan menghina monarki.