Pengamat Politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai terdapat sejumlah pemicu yang menyebabkan suburnya aksi peretasan terhadap informasi pribadi Pemerintahan Indonesia beberapa waktu ke belakang.
"Pemicunya beragam, bisa alasan politis, ekonomi, nonpolitis, nonekonomi atau dari kelompok hacker yang sekadar ingin menunjukkan eksistensi,” katanya saat dihubungi Bisnis, Sabtu (10/9/2022).
Namun, dia menekankan bahwa alasan politis lebih kuat sebagai landasan dari aksi tersebut. Khususnya, sebagai bentuk kekecewaan terhadap sejumlah kebijakan dari Pemerintah.
"Saya menduga, kemungkinan alasan politis, yaitu antara kelompok yang memiliki tujuan mendelegitimasi pemerintah atau tujuan politisnya lebih sempit, yaitu untuk melengserkan Menkominfo saat ini. Saya lebih cenderung meyakini prediksi yang terakhir," ujarnya.
Oleh sebab itu, dia berharap Johnny G Plate sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) tidak saling melempar tanggung jawab atas kasus kebocoran data yang terus berulang, tetapi mengubah pandangan bahwa isu tersebut menjadi perhatian serius semua pemangku kepentingan.
"Pemerintah harus segera melakukan koordinasi lintas kemehterian lembaga yang berwenang terkait masalah kebocoran data yang berulang-ulang," katanya.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia menjelaskan apabila ditilik dari sisi regulasi, berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden 28 Tahun 2021 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) lembaga ini memiliki tugas di bidang keamanan siber dan sandi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Bahkan, Pasal 3 Perpres tersebut juga menyebutkan BSSN, salah satunya, menyelenggarakan fungsi pelaksanaan kebijakan teknis di bidang keamanan siber dan sandi.
Meski begitu, dia melanjutkan Menkominfo tidak bisa lepas dari tanggung jawab, setidaknya harus mendorong upaya penyelesaian masalah kebocoran data yang kerap terjadi sepanjang Agustus 2022, setidaknya terjadi tiga kali termasuk 1,3 miliar data registrasi SIM card yang diunggah user BreachForums Bjorka.
"Hal ini menandakan ketahanan siber masih sangat lemah. Bukan tidak mungkin, serangan siber akan terus meningkat menjelang kontestasi politik pemilu serentak 2024. Momentum politik nasional bisa menjadi ajang kesempatan untuk melakukan serangan siber," tuturnya.
Karyono juga mengingatkan, masalah kebocoran data tidak sekadar untuk kepentingan bisnis domestik maupun global, tetapi lebih berbahaya dari itu, di mana serangan siber bisa bertujuan untuk melumpuhkan suatu negara. Penyebabnya, ancaman cyber warfare juga harus segera diantisipasi di tengah maraknya perang informasi dan teknologi siber.
"Jangan sampai Indonesia seperti Estonia yang pernah mengalami kelumpuhan total pada April 2007 akibat serangan siber. Maka pemerintah harus memastikan teknologi enkripsi dari PSE benar benar canggih dan selalu ter-update sehingga mampu menangkal serangan-serangan siber," tuturnya.
Karyono juga mendorong agar kebocoran data pribadi yang terjadi berulang ulang, maka pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi menjadi keniscayaan.
“Juga, pemerintah harus segera memperbaiki dan memperkuat sistem keamanan siber dari aspek perangkat keras dan perangkat lunak,” ujar Karyono.
Sekadar informasi, Bjorka kembali melakukan aksi peretasan di lingkup Pemerintahan, di mana kali ini kebocoran data pribadi tersebut diduga menimpa Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
Sebelumnya Bjorka juga telah membocorkan data SIM Card dari 1,3 juta penduduk Indonesia melalui Forum Breached atau Breached Forums. Adapun, peretas ini juga diduga membocorkan rangkaian surat rahasia untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) termasuk dari Badan Intelijen Negara (BIN).
Secara total, peretas Bjorka mengklaim telah mengantongi 679.180 dokumen berukuran 40 MB dalam kondisi terkompres dan 189 belum dikompres. Beberapa contoh dokumen yang dibocorkan juga ikut dipublikasikan oleh Bjorka.