Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebut Ketua KPK Firli Bahuri merasa 'terserang', setelah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo.
Novel menyebut Firli mengungkapkan hal tersebut setelah gelar perkara kasus suap izin ekspor benih lobster pada 25 November 2020.
"Pernyataan dari Firli tersebut, yang bersangkutan merasa bahwa adanya OTT tersebut menyerang yang bersangkutan," kata Novel saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
Novel mengatakan setelah OTT Edhy Prabowo, tak lama OTT Eks Mensos Juliari Batubara dan penyidikan kasus suap pajak. Proses OTT kedua menteri dan pengungkapan kasus suap pajak, kata Novel, itu berkaitan erat dengan adanya tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Kejadian itu kemudian disikapi oleh Firli dkk dengan menyelundupkan norma mengenai tes TWK pada draf Peraturan Komisi (Perkom) yang kmdn digunakan oleh Firli dkk sebagai dasar penyingkiran pegawai KPK tertentu," kata Novel.
Menurut Novel penyelundupan norma dalam draf Perkom terkait TWK ini juga menjadi temuan Komnas HAM dan Ombudsman RI.
Novel menyebut proses pembuatan Perkom sudah selesai pada November 2020. Draf Perkom itu, lanjut dia, sudah diunggah pada portal KPK pada November 2020.
Namun, lanjut Novel, setelah merasa terserang, Firli justru memasukan norma tambahan dan melakukan perubahan draf final Perkom.
"Setelah Firli dkk merasa terserang dengan adanya OTT dan penanganan kasus besar di KPK, kemudian Firli memasukkan norma tambahan dan melakukan perubahan draf final Perkom dengan cara ilegal," kata Novel.
Novel melanjutkan, pada 26 Januari 2021, Firli sendiri yang melakukan harmonisasi dengan Menkumham. Padahal, kata dia, harmonisasi harusnya dilakukan pada tataran teknis (Sekjen/Karo/pejabat teknis lainnya).
"Perbuatan Firli tersebut dibantu oleh Karo Hukum KPK yang menandatangani berita acara harmonisasi, padahal yang bersangkutan sebenarnya tidak hadir dalam acara tersebut (surat palsu). Kemudian tanggal 27 Januari 2021, Perkom langsung disahkan dan masuk dalam lembaran negara. Proses yang janggal dan kilat, menggambarkan ada keadaan yang tidak wajar, atau bisa dikatakan sebagai 'persekongkolan'," papar Novel.
Sebelumnya, KPK membantah terjadi pertemuan antara Novel dan Firli seusai ekspose perkara suap izin benih lobster. KPK menyebut Firli tengah berada di Kalimantan Utara pada 25 November 2020, atau pada saat ekspose berlangsung.