Akan tetapi, terlepas dari siapa yang benar, sungguh mengejutkan melihat AS yang telah sekian lama menggunakan kekuatan luar biasa setiap hari di Afghanistan, kini memohon penyelesaian damai.
Tentu saja permohonn itu tidak terlepas dari kepentingan AS di negara tersebut. Apalagi kalau bukan kepentingan ekonomi AS dan negara sekutunya.
Di sisi lain, kalau berkuasa, Taliban membutuhkan bantuan internasional untuk menjaga negara tetap bertahan seperti China dan Rusia. Untuk hal terakhir ini, tentu AS akan tidak nyaman karena kedua negara itu terakhir ini menunjukkan gelagat tidak bersahabat dengan AS.
Persoalan juga kian kompleks ketika Taliban menolak untuk melakukan gencatan senjata dengan pasukan pemerintah. Mereka tampaknya menginginkan kemenangan karena optimistis beberapa langkah lagi kekuasaan akan jatuh ke tangan mereka.
Apalagi, Taliban telah membuktikan betapa Kabul dapat ditembus oleh mereka dalam seminggu terakhir, dengan membunuh juru bicara pemerintah, seorang pejabat lokal dan bahkan seorang jaksa.
Pada akhirnya, ada juga benarnya apa yang dikatakan Lavrov dan Wang Yi, bahwa perang AS selama 20 tahun di Afghanistan tidak membawa faedah dan perdamaian bagi negara itu.
Bahkan sejarah bisa saja terulang kembali, karena Taliban pernah menguasai negara itu selama sebelas tahun pada tahun 1990 sampai 2001.