Bisnis.com, JAKARTA – Deputi Bidang Meteorologi Deputi pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengingatkan dampak tidak langsung dari Typhoon Surigae terhadap cuaca di Indonesia.
Dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (24/4/2021) dikatakan bahwa, berdasarkan analisis terbaru pada Senin (20/4/2021) pukul 07.00 WIB, bahwa Typhoon Surigae masih menunjukkan eksistensi di wilayah perairan timur Filipina dengan posisi tepatnya di 15.5° LU, 126.1° BT.
Intensitas Typhoon Surigae masih berada pada kategori "Sangat Kuat" dengan kecepatan angin maksimum di sekitar sistemnya mencapai 95 knot (176 km/jam) dan tekanan di pusatnya mencapai 935 hPa dengan pergerakan sistem ke arah timur laut.
Dikatakan, hingga tanggal 24 April 2021, Typhoon Surigae diprediksi masih bertahan di wilayah perairan Samudera Pasifik Barat sebelah timur Filipina dengan intensitas yang semakin melemah.
Dampak signifikan cuaca dan gelombang ekstrem dari eksistensi Typhoon Surigae ini terjadi di wilayah Filipina.
Dampak Tidak Langsung
Baca Juga
Guswanto menjelaskan, posisi Typhoon Surigae sudah sangat jauh dari wilayah Indonesia, akan tetapi dampak tidak langsung terhadap kondisi cuaca dan gelombang di wilayah Indonesia masih dapat terjadi berupa: potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat/petir serta angin kencang di wilayah Laut Sulu dan dan Laut Sulawesi, dengan dampak hujan di wilayah daratan tidak signifikan.
Dampak lain adalah tinggi Gelombang 1.25-2.5 meter berpeluang terjadi di Selat Makassar bag.utara, Laut Sulawesi, Perairan Kep. Sangihe, Perairan selatan Kep. Talaud, Perairan Kep. Sitaro, Perairan Bitung - Likupang, Laut Maluku bagian utara, Perairan barat dan utara Kep.Halmahera, Laut Halmahera, Perairan utara Papua Barat hingga Papua, Samudra Pasifik utara Papua Barat hingga Papua.
“Tinggi Gelombang 2.5-4.0 meter berpeluang terjadi di Perairan utara Kep.Talaud dan Samudera Pasifik utara Halmahera,” jelas Guswanto.
Saat ini termonitor pola siklonal di wilayah Pasifik Barat sebelah timurlaut Papua Nugini dan di sebelah selatan Merauke, serta pola sirkulasi Eddy dengan pola antisiklonal di utara Papua. Berdasarkan analisis terbaru, dua pola siklonal di dekat Papua tersebut masih menunjukkan potensi yang rendah untuk menjadi bibit siklon dalam 24 jam ke depan.
Eksistensi pola siklonal dan sirkulasi Eddy di wilayah timur Indonesia tersebut berdampak pada pembentukan pola konvergensi dan perlambatan angin yang dapat berkontribusi pada peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur sebelah utara ekuator.
Guswanto menyebut, BMKG terus melakukan monitoring terhadap perkembangan pola siklonal tersebut untuk mengantisipasi perkembangan yang signifikan dan bisa berdampak pada potensi cuaca ekstrem.
Untuk sepekan ke depan, potensi hujan intensitas sedang hingga lebat dapat terjadi di beberapa wilayah lainnya sebagai berikut; Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Banten, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Terkait dengan potensi cuaca ekstrem tersebut, masyarakat diimbau untuk: membatasi melakukan pelayaran di wilayah perairan Papua bagian utara, Maluku Utara, dan Sulawesi utara.
Menghindari daerah rentan mengalami bencana seperti lembah sungai, lereng rawan longsor, pohon yang mudah tumbang, tepi pantai, dan lainnya.
Mewaspadai potensi dampak seperti banjir/bandang/banjir pesisir, tanah longsor dan banjir bandang terutama di daerah yang rentan.