China merupakan negara terdampak pertama pandemi Covid-19. Sebagai 'produsen' virus corona, Negeri Panda paling awal pula menerapkan langkah ketat untuk mencegah penyebaran wabah.
Pada 20 April, Badan Pusat Statistik (BPS) China mengumumkan ekonomi negeri itu turun 6,8 persen pada kuartal I/2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal, dalam kurun 2015-2019, negeri komunis itu mampu menikmati pertumbuhan dalam kisaran 6,4-7,1 persen pada triwulan pertama secara year-on-year (yoy).
Kurang 2 bulan kemudian, tepatnya pada 15 Juni, BPS China mengumumkan kabar menggembirakan yakni pemulihan ekonomi diklaim terjadi pada Mei 2020. Wajar karena China negara pertama yang melonggarkan kegiatan ekonomi.
Sepanjang Januari-Mei, China mengklaim terdapat tambahan 4,6 juta tenaga kerja di kawasan perkotaan. Meski demikian, tingkat pengangguran di wilayah urban masih di angka 5,9 persen pada Mei atau turun dari 6,0 persen pada April.
Rilis pengangguran ini kerap mengundang keraguan dari pihak asing. Bila benar maka pengangguran di China tidak terlalu jauh dari Desember 2019 (5,2 persen), Februari 2020 (6,2 persen), dan Maret (5,9 persen).
Pada 2019, Statista memperkirakan angkatan kerja di negeri berpenduduk 1,4 miliar orang itu sebanyak 806 juta orang. Namun, catatan statistik pengangguran di China hanya mencakup kawasan perkotaan.
Menurut Fortune, pengangguran di pedesaan tidak tercakup dalam data resmi BPS China. Hal ini merupakan warisan sistem sosialis di China yang menganggap penduduk desa menggarap lahan negara sehingga pekerja dianggap pegawai pemerintah.
“Pada kenyataannya kondisi pedesaan telah berubah banyak, tetapi desain institusional tetap sama,” kata Li Chen, peneliti Chinese University of Hong Kong.
Sementara itu, Peterson Institute for International Economics (PIIE), lembaga riset berbasis di Washington D.C., menyebutkan ada satu lagi tipe angkatan kerja yang tidak masuk data statistik yakni pekerja migran. Mereka adalah orang-orang desa yang bermigrasi ke luar domisili selama lebih dari 6 bulan.
“Lebih dari 290 juta pekerja bermigrasi dari pedesaan untuk bekerja di kota-kota seluruh China pada akhir 2019,” tulis PIEE di situs resminya.
China Daily memberitakan stimulus fiskal China untuk menghadapi pandemi sekitar 2,5 triliun yuan atau US$350 miliar. Stimulus tersebut berwujud pemotongan pajak dan bantuan dana untuk pelaku bisnis dan rumah tangga. Gelontoran dana itu akan menambah defisit fiskal ke angka 3,6 persen produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi China hanya tumbuh 1 persen pada 2020.