Bisnis.com, JAKARTA - India menggelontorkan total stimulus senilai US$72 miliar (sekitar Rp1.080 triliun) untuk membantu usaha kecil dan menyelamatkan perusahaan layanan publik. Hal itu diumumkan ketika Perdana Menteri Narendra Modi bersiap untuk memulai kembali ekonomi setelah karantina mulai dilonggarkan.
Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman menawarkan US$62 miliar dalam bentuk kredit kepada perusahaan kecil dan shadow banking. Sebesar US$ 10 miliar sisanya dikucurkan kepada distributor listrik.
"Intinya ini untuk memacu pertumbuhan dan membangun India yang sangat mandiri. Fokus kami akan pada faktor-faktor produksi yang tanah, tenaga kerja, likuiditas dan hukum," kata Sitharaman dilansir Bloomberg, Kamis (14/5/2020).
Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari paket penyelamatan US$265 miliar atau setara dengan 10 persen dari produk domestik bruto, yang dijanjikan Modi. Hampir setengah dari jumlah tersebut terdiri atas kebijakan moneter yang diumumkan sejak Februari dan langkah-langkah terbaru menyumbang sekitar seperempat dari total nilainya.
Sementara itu saham beberapa shadow banking, termasuk Bajaj Finance Ltd, naik setelah pemerintah mengumumkan langkah-langkah untuk memudahkan likuiditas untuk sektor ini.
S&P BSE Sensex turun 1,9 persen hari ini pada pukul 10:59 pagi di Mumbai, sementara NSE Nifty 50 Index kehilangan 1,7 persen. Imbal hasil obligasi negara yang paling diperdagangkan sejak 2029 turun 10 basis poin menjadi 6 persen.
Baca Juga
Pemerintah di seluruh dunia telah mengumpulkan lebih dari US$8 triliun dalam stimulus fiskal untuk membantu mengatasi krisis yang mendorong ekonomi global ke arah penurunan terburuk sejak Depresi Hebat.
Sementara India berpotensi menghadapi kontraksi tahunan pertama dalam empat dekade karena ekonomi kehilangan jutaan pekerjaan dan likuiditas setelah langkah karantina yang ketat melumpuhkan aktivitas ekonomi.
Sitharaman mengatakan pinjaman pasar sebagian akan membiayai stimulus ini. Pemerintah bulan ini meningkatkan target pinjamannya menjadi 12 triliun rupee dari 7,8 triliun rupee untuk tahun yang dimulai 1 April 2020.
Langkah-langkah itu membangkitkan optimisme sekaligus keraguan. Sementara para pemimpin shadow banking, pengembang real estat, dan utilitas distribusi listrik menyambut baik bantuan yang ditawarkan oleh pemerintah, beberapa analis, termasuk Kunal Kundu di Societe Generale SA, menyesalkan kesempatan yang terlewatkan untuk melakukan reformasi besar-besaran.
"Harapannya tinggi sehingga bisa menjadi momentum pemerintah mengulang kejadian pada 1991, ketika krisis ekonomi pada waktu itu memicu dorongan reformasi besar yang pada akhirnya mengatur ekonomi pada lintasan pertumbuhan baru," kata Kundu.
Menurut Soumya Kanti Ghosh, Kepala Penasihat Ekonomi di Bank Negara India, dampak langkah-langkah ini pada anggaran pemerintah hanya akan sekitar 0,6 persen dari produk domestik bruto. Sementara Rahul Bajoria dari Barclays Bank Plc memperkirakan pemerintah mengalami defisit fiskal mendekati 6 persen dari PDB daripada yang dianggarkan 3,5 persen.
Paket stimulus itu menyusul permintaan dari bisnis untuk menyelamatkan pekerjaan, terutama pada sektor mikro, kecil dan menengah yang mempekerjakan lebih dari 110 juta orang.
"Kami menyambut langkah-langkah komprehensif dan sangat progresif yang diumumkan oleh menteri keuangan. Stimulus fiskal besar-besaran akan membantu meningkatkan sistem keuangan yang terkena dampak dan persepsi bisnis yang positif akan merangsang permintaan," kata Venu Srinivasan, Ketua TVS Motor Co.