DESAIN LEMBAGA
Peneliti Senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Nur Sholikin juga mengatakan hal senada. PSHK memandang positif dan mendesak segera terwujudnya rencana pembentukan lembaga baru, yang fokus kepada fungsi peraturan perundang-undangan ditingkat pemerintah tersebut.
Meski begitu, pihaknya menekankan bahwa yang terpenting dari wacana tersebut tidak sebatas ada atau tidaknya lembaga baru.
Akan tetapi, lanjut dia, hal itu lebih kepada bagaimana desain kelembagaan yang dipilih, dan bagaimana peran lembaga itu dapat menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan ditingkat pemerintah.
“PSHK menilai lembaga baru ini seharusnya menjadi bentuk dari penggabungan berbagai fungsi terkait dengan peraturan perundang-undangan yang selama ini tersebar di berbagai kementerian/lembaga,” ujarnya kepada Bisnis.
Menurutnya, keberadaan lembaga ini harus mampu memperkuat pelaksanaan kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh Presiden. Selain itu, keberadaan lembaga ini juga harus disertai keinginan menyelesaikan berbagai hambatan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
“Untuk mewujudkan gagasan itu, PSHK mengusulkan dibentuknya Badan Regulasi Nasional (BRN) yang akan memiliki 8 fungsi untuk dilaksanakan,” tegasnya.
Adapun 8 fungsi itu adalah sebagai berikut; perencanaan peraturan perundang-undangan; penyusunan, pembahasan, dan pengesahan peraturan perundang-undangan; pengundangan peraturan perundang-undangan, publikasi, dan edukasi regulasi.
Selain itu, harmonisasi dan sinkronisasi; pusat data, penelitian dan pengembangan; pengawasan dan evaluasi peraturan perundang-undangan; pendidikan dan pelatihan jabatan fungsional terkait dengan pembentukan peraturan perundang-undangan; litigasi peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, delapan fungsi tersebut merupakan cerminan dari struktur kelembagaan BRN. BRN sebaiknya dibentuk sebagai lembaga setingkat mementerian, dengan kepala badan setara menteri.
Adapun, kesekretariatan BRN dipimpin pejabat setingkat eselon IA (sekretaris utama). Kepala BRN dibantu oleh deputi setingkat eselon satu sesuai dengan tugas dan fungsi BRN. Selain itu, BRN berwenang membentuk instansi vertikal sampai kabupaten/kota.
Kementerian PPN/(Bappenas) juga mendorong terbentuknya badan atau lembaga pengelola regulasi guna mengurangi potensi disharmoni atau tumpang tindihnya regulasi yang dilahirkan oleh pemerintah.
Terlebih, apabila melihat hasil kajian Growth Diagnostics Kementerian PPN/Bappenas pada 2018 yang menunjukkan bahwa salah satu faktor penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah regulasi yang tumpang tindih dan rendahnya koordinasi kebijakan antar institusi.