Kabar24.com, JAKARTA — Pengadil perkara sengketa hasil Pileg 2019 menemukan perbedaan keterangan saksi yang dihadirkan oleh para pihak dalam sidang pembuktian.
Dari Selasa (23/7/2019) sampai pekan depan, sengketa hasil Pileg 2019 memasuki tahapan pembuktian dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli. Keterangan saksi telah menjadi fakta persidangan sebagai dasar hakim menjatuhkan putusan.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan para pihak berperkara dapat mengajukan saksi untuk menyampaikan keterangan. Perbedaan kesaksian pihak yang berlawanan akan ditentukan kebenarannya lewat alat bukti yang valid.
Mantan Ketua MK ini mencontohkan pemohon dan termohon sama-sama mengklaim memiliki salinan formulir C1 yang benar.
Guna menilai fakta hukumnya, MK cukup melihat keabsahan dari salinan formulir penghitungan suara itu.
“Saya lebih percaya formulir yang tidak ada coretan dan ada tanda tangan komplet. Nantilah kami yang menilai,” katanya dalam sidang perkara sengketa hasil Pileg 2019 di Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Pernyataan Arief itu dilontarkan ketika merespons keterangan saksi dalam Perkara No. 37-13-14/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang dimohonkan oleh Partai Hanura di Provinsi Jawa Timur. Baik saksi pemohon dan termohon sama-sama memiliki formulir C1 versi masing-masing di seluruh TPS di Desa Gili Timur, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan.
Akibat perbedaan itu, hakim meminta kedua belah pihak bersama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk menyandingkan data ke meja hakim. Hasilnya, data C1 milik pemohon ditemukan ada coretan dan tanda tangan saksi yang kurang lengkap.
Masih untuk perkara Jatim, perbedaan juga didapati oleh hakim konstitusi ketika memeriksa Perkara No. 76-03-14/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang dimohonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pemohon menyoal hasil Pileg 2019 untuk pengisian keanggotaan DPRD Kabupaten Trenggalek.
Ketua DPC PDIP Trenggalek Doding Rahmadi mengklaim perolehan suara partainya di empat TPS di Kecamatan Trenggalek berkurang sebanyak 23 suara setelah ditetapkan KPU. Sebaliknya, Partai Amanat Nasional (PAN) terdongkrak sebanyak 2 suara.
Klaim suara itu, kata Doding, berdasarkan formulir C1-Plano, tetapi petugas TPS diduga salah menyalin data ke formulir C1 berhologram. Menurutnya, kesalahan itu ditemukan ketika rekapitulasi di tingkat kabupaten.
DPC PDIP Trenggalek lantas mengadu kepada Bawaslu Trenggalek dan berhasil membuktikan adalah kesalahan rekapitulasi. Bawaslu Trenggalek kemudian memerintahkan KPU Trenggalek untuk melakukan penghitungan suara ulang dengan membuka kotak suara.
Bukannya mematuhi, KPU Trenggalak mengajukan banding ke Bawaslu RI yang hasilnya memperkuat putusan Bawaslu Trenggalek. Pembukaan kotak suara baru dilakukan pada 30 Mei atau ketika permohonan PDIP telah diajukan ke MK.
Namun, Ketua KPU Trenggalek Gembong Derita Hadi mengatakan pembukaan kotak suara bukan untuk menghitung suara ulang berdasarkan formulir C1-Plano. Instansinya hanya mengambil foto formulir tersebut untuk kemudian disandingkan dengan klaim PDIP.
“Mungkin suaranya berubah [dari penetapan]. Kami tidak bisa memutuskan untuk itu, kami hanya membandingkan,” ujar Hadi.
Hakim Arief Hidayat memaklumi nada keraguan di balik jawaban Hadi untuk menyatakan perolehan suara telah berubah. Alhasil, bola kini berada di tangan MK untuk menentukan perolehan suara yang benar di Trenggelek.
“Datanya berubah atau tidak nanti kami menilai. Keyakinan Mahkamah menentukan atas dasar data yang ada,” ucap Arief.