Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama telah meminta Pemerintah Arab Saudi menunda penerapan kebijakan rekam biometrik bagi calon jemaah umrah. Permintaan penundaan tersebut telah disampaikan melalui lisan maupun surat.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Nizar Ali, menyatakan perkembangan tersebut saat memimpin Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah Membahas Kebijakan Biometrik, di Jakarta.
"Permintaan penundaan ini sampai pihak Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel selaku operator yang ditunjuk, dapat menyiapkan segala sesuatunya secara layak," kata Nizar seperti yang Bisnis kutip dari laman resmi kemenag.go.id, Jumat (28/12/2018).
Nizar mengatakan pihaknya jugas sudah merekomendasikan agar pengambilan biometrik ini dilakukan sebelum jemaah keluar dari Indonesia seperti halnya jemaah haji, atau kerja sama sharing data biometrik antara Arab Saudi dengan Kantor Imigrasi Indonesia.
"Ini akan sangat membantu mengurangi lalu lintas jemaah yang memakan biaya cukup besar bagi mereka yang tinggal di daerah," ujar Nizar.
Senada dengan Nizar, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus M. Arfi Hatim mengatakan langkah Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang mengharuskan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan visa umrah, telah menimbulkan kekhawatiran.
Hal itu menyebabkan banyak jemaah yang mengurungkan niat untuk melaksanakan ibadah umrah karena terkendala syarat rekam biometrik tersebut. Hal tersebut terjadi karena sulit dan mahalnya proses rekam biometrik.
"Sementara keberadaan kantor layanan biometrik sangat terbatas. Ada biaya tambahan yang dikeluarkan untuk dapat sampai ke lokasi layanan biometrik tersebut," jelas Arfi.
Sehingga, demi melancarkan niat masyarakat untuk beribadah Umrah, Kementerian Luar Negeri maupun Kementerian Agama telah meminta agar kebijakan tersebut ditinjau ulang.
Sayangnya, pemerintah Arab Saudi hingga saat ini masih bersikukuh untuk melaksanakan peraturan baru tersebut.
Untuk diketahui, kebijakan rekam biometrik ini telah memancing reaksi masyarakat dan pengusaha perjalanan ibadah umrah sehingga sempat ditunda pelaksanaannya pada bulan September 2018.
Salah satu asosiasi bahkan telah meminta kepada anggotanya untuk menghentikan pengiriman jemaah umrah sebagai bentuk keprihatinan dan protes atas kebijakan itu.
Seperti yang terjadi saat rapat, para pengurus asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah umrah seperti Permusyawaratan Antarsyarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI) dan asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah umrah lainnya meminta agar Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meninjau izin VFS Tasheel di Indonesia karena terbukti proses pengambilan biometrik ini dinilai menyengsarakan jemaah.
Mereka mencontohkan Malaysia, yang dikatakan tetap menolak keberadaan VFS Tasheel sekalipun kebijakan itu berasal dari Pemerintah Arab Saudi.
Pihak asosiasi menilai tidak banyak yang diberikan oleh VFS Tasheel bagi pertumbuhan dunia investasi di Indonesia namun yang terjadi justru VFS Tasheel menarik dana masyarakat ke luar negeri.
Kemenag Minta Saudi Tunda Kebijakan Rekam Biometrik Calon Jemaah Umrah
Pemerintah Indonesia telah meminta Pemerintah Arab Saudi menunda penerapan kebijakan rekam biometrik bagi calon jemaah umrah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Nur Faizah Al Bahriyatul Baqiroh
Editor : Miftahul Ulum
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
5 jam yang lalu
Forum BUMN Riau Dorong Sport Tourism Lewat Fun Golf Perdana
6 jam yang lalu
Tuban Kembali Diguncang Gempa Magnitudo 3,5 Hari Ini
14 jam yang lalu