Bisnis.com, JAKARTA - Polda Metro Jaya resmi mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) atas kasus dugaan chat porno yang melibatkan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Alasannya adalah polisi belum berhasil menemukan pihak yang mengunggah konten chat ke internet.
Pengamat Politik dan Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti berpendapat hal tersebut merupakan cermin bahwa penegakan hukum tidak dijalankan dengan prinsip kehati-hatian, teliti, dan mendahulukan azas perlindungan HAM.
"Jika menemukan pengungguh adalah syarat penetapan tersangka, maka sudah sejak awal seharusnya Rizieq Shihab tidak dapat dinyatakan tersangka sampai ditemukan siapa yang melakukan pengunggahan chat yang dimaksud," kata Ray dalam keterangannya, Sabtu (17/6/2018).
Oleh karena itu, menurut Ray, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian hendaknya melakukan penyelidikan internal untuk menemukan oknum polisi yang serta-merta melakukan penetapan tersangka terhadap Rizieq.
Sebelum ini, Rizieq diketahui pernah menerima SP3 atas kasus terdahulunya yakni dugaan penodaan Pancasila yang ditangani oleh Polda Jawa Barat pada Mei 2018.
"Dua kali sudah HRS mendapat SP3 dari dua kasus yang berbeda. Jelas ini sangat mengkhawatirkan. Kapolri perlu mencari tahu, apakah penetapan itu dilakukan atas dasar penegakan hukum atau karena hal-hak lain yang tidak terkait dengan penegakan hukum. Kapolri tidak boleh membiarkan hal ini begitu saja," jelasnya.
Selain menyiratkan ketidakhati-hatian, dua kali kejadian SP3 kasus Rizieq ini juga menunjukkan bahwa hukum dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak berkaitan dengan penegakan hukum.
Dia melanjutkan, Polri berkewajiban memastikan bahwa kepolisian tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan membungkam orang, merampas kebebasan warga, memgintimidasi seseorang hanya karena kepentingan orang perorang.
"Demokrasi kita dipertaruhkan untuk kepentingan orang perorang. Adalah tanggungjawab Kapolri memastikan hal ini tidak boleh terulang di masa depan. Memastikan kepolisian untuk benar-benar professional dalam tugasnya," lanjut Ray.
Selain Kapolri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga dinilai perlu turun tangan, sebagai pihak yang berhak melakukan penyelidikan terhadap internal Polri.
"Kompolnas berhak menyelidiki apakah kemungkinan telah terjadi pelanggaran etik dalam proses penetapan tersangka atau tidak," tutupnya.