Bisnis.com, JAKARTA - BMKG menyatakan Zona Megathrust di Indonesia sebenarnya jauh lebih mengkhawatirkan daripada Zona Megathrust Nankai di Jepang.
Hal itu menyusul peringatan pemerintah Jepang yang secara resmi sudah memperingatkan potensi gempa besar di Zona Megathrust Nankai pada 31 Maret 2025.
Para ahli memperkirakan kemungkinan hingga 80% terjadinya gempa magnitudo (M) 8,0 - 9,0 dalam 30 tahun ke depan.
"Sebagai perbandingan, zona Seismic Gap Megathrust Selatan Banten & Selat Sunda berusia 267 tahun dan zona Seismic Gap Megathrust Mentawai & Siberut berusia 227 tahun," tulis Kepala Mitigasi di akun instagramnya.
Dia menjelaskan, hal itu, karena zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai sudah lebih dari 200 tahun belum rilis energi gempa besar dan tinggal menunggu waktu.
Selain itu, katanya, jika dicermati tsunami dahsyat di Nankai yang terakhir terjadi pada 1946, maka Seismic Gap-nya hingga saat ini baru berusia 79 tahun.
Baca Juga
Jepang adalah salah satu negara yang paling rawan gempa di dunia, dan pemerintah memperkirakan sekitar 80% kemungkinan gempa berkekuatan 8 hingga 9 skala Richter terjadi di sepanjang zona dasar laut yang bergetar yang dikenal sebagai Palung Nankai.
Dalam skenario terburuk, berdasarkan potensi gempa berkekuatan 9 skala Richter di wilayah tersebut, Jepang kemungkinan akan mengalami 1,23 juta pengungsi atau 1% dari total populasinya.
Sebanyak 298.000 orang dapat meninggal akibat tsunami dan bangunan runtuh jika gempa terjadi larut malam di musim dingin, menurut laporan tersebut.
Palung tersebut berada di lepas pantai Pasifik barat daya Jepang dan membentang sekitar 900 km (600 mil), tempat Lempeng Laut Filipina menunjam di bawah Lempeng Eurasia. Akumulasi tekanan tektonik dapat mengakibatkan gempa besar kira-kira sekali dalam 100 hingga 150 tahun.
Dilansir dari reuters, ekonomi Jepang dapat merugi hingga US$1,81 triliun jika terjadi gempa besar yang telah lama diantisipasi di lepas pantai Pasifiknya, yang dapat memicu tsunami dahsyat, runtuhnya ratusan bangunan, dan berpotensi menewaskan sekitar 300.000 orang.
Kerusakan ekonomi yang diharapkan sebesar 270,3 triliun yen, atau hampir setengah dari total produk domestik bruto (PDB) negara itu, meningkat tajam dari perkiraan sebelumnya sebesar 214,2 triliun yen karena perkiraan baru tersebut memperhitungkan tekanan inflasi dan data medan dan tanah yang diperbarui yang telah memperluas area banjir yang diantisipasi, menurut laporan Kantor Kabinet.