Bisnis.com, JAKARTA— Jamaah haji kini dibayangi oleh virus Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) atau virus korona.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kata Prof. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, hingga 18 Juli 2013, ada 88 kasus MERS-CoV, dengan 45 kematian (51%) di jazirah Arab, dan beberapa negara Eropa.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang virus korona ini, Tjandra menjelaskannya sebagai berikut:
Novel Corona Virus adalah strain baru dari corona virus, yang sebelumnya tidak pernah ditemukan pada manusia. Corona virus adalah keluarga besar dari virus yang menyebabkan kesakitan pada manusia dan hewan.
Pada manusia, corona virus dapat menyebabkan sakit ringan sampai berat, mulai dari common cold sampai dengan sindroma pernapasan akut berat (SARS).
“Lebih spesifik penyakit yang disebabkan oleh novel corona virus ini, disebut Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV),” kata Tjandra dalam surat elektroniknya, Minggu (21/7/2013).
Dia menuturkan beberapa negara di Timur Tengah telah melaporkan kasus infeksi Mers-CoV pada manusia, seperti Jordania, Qatar, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab.
Beberapa kasus juga dilaporkan dari negara-negara di Eropa seperti Prancis, Jeman dan Inggris, serta dari Tunisia. “Semua kasus dari Eropa dan Tunisia mempunyai kesamaan hubungan (baik langsung maupun tidak langsung) dengan Timur Tengah,” katanya.
Tjandra menjelaskan penularan dari manusia ke manusia dari MERS-CoV, kini telah tercatat pada beberapa kluster kasus, termasuk di antara anggota keluarga dan di fasilitas perawatan kesehatan.
Semua kasus konfirmasi menderita sakit pernapasan, dan sebagian besar mengalami pneumonia. Tetapi satu pasien dengan gangguan kekebalan menunjukkan gejala awal demam dan diare, serta pneumonia diketahui setelah dilakukan foto rontgen.
Komplikasi yang dapat terjadi pada MERS-CoV, ujarnya, adalah pneumonia berat dengan gagal napas, yang membutuhkan bantuan ventilator mekanis, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan kegagalan multi-organ, gagal ginjal, koagulopati konsumtif, dan perikarditis.
Beberapa kasus juga memiliki gejala gastro intestinal seperti diare. Dari seluruh kasus konfirmasi, separuhnya meninggal dunia.
Tjandra mengatakan tindakan pencegahan dan penyebaran penyakit dilakukan terhadap orang, masyarakat dan lingkungannya yang memiliki risiko, agar jangan sampai terjangkit penyakit.
Orang, masyarakat, dan lingkungannya yang mempunyai risiko terkena penyakit, ditentukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi.
Berikut tindakan pencegahan dilaksanakan sesuai hasil penyelidikan epidemiologi:
- Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber penularan penyakit, termasuk tindakan isolasi dan karantina.
- Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi.
- Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari kontak dengan penderita, sarana dan lingkungan tercemar, penggunaan alat proteksi diri, dan perilaku hidup bersih dan sehat.
- Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit, untuk menghilangkan sumber penularan, dan memutus mata rantai penularan.
- Apabila diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit, dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi, dan karantina.
- Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkan seorang penderita, agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit kepada orang lain. Isolasi dilaksanakan di rumah sakit, Puskesmas, rumah atau tempat lain sesuai dengan kebutuhan.
- Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari suatu wilayah, agar terhindar dari penularan penyakit. Evakuasi ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah, berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.