Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Suyudi Ario Seto menyatakan pihaknya masih mendalami persoalan rokok elektrik atau vape yang belakangan menjadi sorotan setelah Singapura resmi melarang peredarannya.
Menurutnya, Indonesia belum memutuskan langkah serupa dan masih perlu pembahasan lebih lanjut.
“Ini tentunya akan menjadi bagian dari pendalaman kita. Kita perlu duduk bersama dulu dan kita akan lihat ke depan seperti apa,” ujar Kepala BNN saat ditemui wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (25/8/2025).
Terkait kemungkinan vape dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Narkotika, Kepala BNN mengatakan hal itu masih akan dikaji.
“Ya, nanti kita lihat,” ucapnya singkat.
Mengenai temuan kandungan narkotika dalam cairan vape yang beredar di Indonesia, dia tidak menampik adanya potensi tersebut. Namun, dia menegaskan pentingnya berbasis pada data resmi.
Baca Juga
“Ya kemungkinan itu pasti ada saja. Tapi kan kita harus lihat data yang sesungguhnya. Beri saya kesempatan untuk mendalami hal ini,” katanya.
Kepala BNN menegaskan pihaknya tetap berkomitmen dalam perang melawan narkoba dan zat adiktif tanpa kompromi.
“Yang jelas narkoba harus kita tindak tegas. War on drugs for humanity, kita perang melawan narkoba untuk kemanusiaan,” tegasnya.
Tiga bulan silam, World Health Organization (WHO) kian khawatir terhadap kondisi Indonesia, karena semakin tingginya angka penggunaan rokok elektronik di kalangan muda, khususnya siswa kelas 6 SD hingga SMA. Vape yang mengandung zat adiktif ini menawarkan rasa buah yang manis, untuk menarik perhatian generasi muda.
Sayangnya, pemerintah luput dan belum tegas terhadap pengendalian zat adiktif melalui vape ini. Namun, Singapura sudah menyadari hal tersebut, sehingga melarang penggunaan vape di negara Singa.
Adapun data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan bahwa 7,5% orang usia 15–24 tahun menggunakan rokok elektronik, lebih tinggi dibandingkan 3,1% pada kelompok usia 25–44 tahun. Lebih mengejutkan lagi, Global School-Based Health Survey 2023 mencatat 12,4% siswa usia 13–17 tahun saat ini menggunakan rokok elektronik.
"Kekhawatiran khusus muncul dari tingginya angka penggunaan rokok elektronik di kalangan muda," ungkap Dr N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia, Sabtu (31/5/2025).
Adapun rilis ini dikeluarkan oleh WHO, karena ada momentum peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025. Momen ini menjadi langkah agar pemerintah kian serius memperhatikan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok.