Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Longgarkan Sanksi Myanmar Usai Puja-Puji Junta Militer ke Trump

AS mencabut sanksi terhadap sekutu militer Myanmar setelah pujian Min Aung Hlaing kepada Trump. Keputusan ini mengejutkan dan memicu kekhawatiran global.
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025). / EPA/Bloomberg-Jim Lo Scalo
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025). / EPA/Bloomberg-Jim Lo Scalo

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat mencabut sejumlah sanksi terhadap para sekutu rezim militer Myanmar pada Kamis (24/7/2025), hanya dua pekan setelah pemimpin junta Min Aung Hlaing memuji Presiden Donald Trump dan meminta pelonggaran sanksi dalam surat balasan atas peringatan tarif impor.

Melansir Reuters pada Jumat (25/7/2025), Departemen Keuangan AS dalam keterangannya menyebut nama-nama yang dicabut dari daftar sanksi, yakni perusahaan KT Services & Logistics dan pendirinya Jonathan Myo Kyaw Thaung; MCM Group dan pemiliknya Aung Hlaing Oo; Suntac Technologies dan pemiliknya Sit Taing Aung; serta seorang individu lainnya, Tin Latt Min.

KT Services & Logistics dan Jonathan Myo Kyaw Thaung sebelumnya dikenai sanksi pada Januari 2022 oleh pemerintahan Joe Biden, bertepatan dengan satu tahun kudeta militer di Myanmar yang menyebabkan kekacauan politik dan sosial.

Sit Taing Aung dan Aung Hlaing Oo masuk daftar sanksi pada tahun yang sama karena keterlibatan dalam sektor pertahanan Myanmar. Sementara itu, Tin Latt Min, yang diidentifikasi sebagai salah satu rekan dekat pimpinan militer, masuk daftar sanksi pada 2024, tepat tiga tahun pascakudeta.

Departemen Keuangan AS tidak memberikan penjelasan atas pencabutan sanksi ini. Gedung Putih pun belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi dari media.

Sebelumnya, pada 11 Juli lalu, Jenderal Min Aung Hlaing mengirim surat kepada Presiden Trump yang meminta penurunan tarif ekspor Myanmar ke AS dari 40% menjadi 10%—20%. Dia juga menyatakan kesediaan untuk mengirim tim negosiasi ke Washington jika diperlukan.

“Jenderal senior memuji kepemimpinan kuat Presiden Trump dalam membimbing negaranya menuju kemakmuran nasional dengan semangat patriot sejati,” demikian laporan media pemerintah Myanmar.

Dalam surat balasan terhadap pemberitahuan tarif baru yang akan berlaku mulai 1 Agustus, Min Aung Hlaing juga menawarkan untuk menurunkan tarif impor Myanmar atas produk AS menjadi antara 0%—10%.

Dia turut meminta Trump mempertimbangkan kembali pencabutan sanksi ekonomi terhadap Myanmar, dengan alasan bahwa pembatasan tersebut merugikan kepentingan dan kemakmuran bersama kedua negara.

Myanmar diketahui sebagai salah satu sumber utama mineral tanah jarang (rare earth) yang penting bagi industri pertahanan dan teknologi tinggi global. Pasokan mineral strategis ini menjadi fokus utama pemerintahan Trump dalam kompetisi geopolitik dengan China, yang mengendalikan sekitar 90% kapasitas pengolahan global.

Sebagian besar tambang mineral tanah jarang Myanmar terletak di wilayah yang dikuasai oleh Tentara Kemerdekaan Kachin (Kachin Independence Army/KIA), kelompok etnis bersenjata yang memerangi junta, dan kemudian diproses di China.

Sementara itu, Direktur advokasi Asia untuk Human Rights Watch, John Sifton, menyebut pencabutan sanksi oleh AS sebagai langkah mengagetkan dan tidak memiliki justifikasi yang jelas.

“Tindakan ini menyiratkan adanya pergeseran besar dalam kebijakan AS, yang sebelumnya menitikberatkan pada sanksi terhadap rezim militer Myanmar—rezim yang empat tahun lalu melakukan kudeta terhadap pemerintahan sah dan telah dikaitkan dengan kejahatan kemanusiaan dan genosida,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Dia menuturkan, keputusan ini akan menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan korban kekejaman militer Myanmar dan semua pihak yang memperjuangkan kembalinya pemerintahan demokratis di negara tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro