Bisnis.com, JAKARTA – Partai ultra-nasionalis Sanseito menjelma menjadi kekuatan politik yang tak bisa diabaikan di Jepang usai mencetak kejutan besar dalam pemilu majelis tinggi akhir pekan ini.
Melansir Reuters, Senin (21/7/2025), partai yang berawal dari kanal YouTube yang dulu penuh teori konspirasi ini mengamankan 14 kursi dalam pemilu, melonjak tajam dari satu kursi yang mereka raih tiga tahun lalu.
Mengusung kampanye “Japanese First”, atau “Utamakan Jepang”, partai ini menggaungkan sentimen anti-imigrasi, janji pemangkasan pajak, dan perluasan tunjangan kesejahteraan.
Retorika mereka yang ekstrem, termasuk narasi tentang “invasi diam-diam” oleh imigran, membelah opini publik sekaligus menarik perhatian massa yang kecewa terhadap pemerintah.
Sohei Kamiya, pemimpin partai berusia 47 tahun yang dikenal karena gaya vokalnya dan masa lalu kontroversial, menegaskan bahwa slogan “Japanese First” bukan berarti menolak orang asing secara total.
“Saya tidak mengatakan semua warga asing harus diusir,” ujarnya dalam wawancara dengan Nippon TV, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga
Kekalahan koalisi penguasa pimpinan Perdana Menteri Shigeru Ishiba di majelis tinggi—melanjutkan tren kemerosotan mereka setelah kalah di majelis rendah Oktober lalu—membuka ruang lebih besar bagi oposisi seperti Sanseito untuk mencuri panggung.
Presiden Japan Society Joshua Walker mengatakan Sanseito kini jadi perbincangan hangat, bahkan di Amerika Serikat, karena pendekatan populis dan sikap anti-imigrannya.
“Ini lebih menggambarkan kelemahan LDP dan Ishiba daripada kekuatan Sanseito,” ungkapnya.
Meski hanya 7% responden survei menyebut imigrasi sebagai isu utama, pesan Sanseito menyentuh kegelisahan publik atas ekonomi yang stagnan dan depresiasi yen yang mendongkrak biaya hidup.
Jumlah warga asing di Jepang memang mencetak rekor 3,8 juta tahun lalu, tapi tetap hanya 3% dari populasi—jauh di bawah rata-rata negara-negara Barat.
Kamiya, mantan guru bahasa Inggris yang mengidolakan gaya politik Donald Trump, kini menyusun strategi ala partai populis Eropa: membangun kekuatan lewat aliansi partai kecil, ketimbang merapat ke LDP yang telah menguasai Jepang selama sebagian besar era pascaperang.
Jelang pemilu, pemerintahan Ishiba membentuk satuan tugas baru untuk menangani kejahatan oleh warga asing dan menjanjikan target nol imigran ilegal, indikasi bahwa tekanan politik Sanseito mulai menggeser agenda nasional ke kanan.
Kamiya sendiri berusaha meredam citra ekstrem partainya. Ia mengusung sejumlah kandidat perempuan—termasuk penyanyi satu nama, Saya, yang menang di Tokyo—untuk menjangkau pemilih di luar basis tradisionalnya: pria muda usia 20–30-an.
Meski menyuarakan kebijakan populer seperti pemotongan pajak dan peningkatan tunjangan anak, pendekatan agresif Sanseito, terutama di platform digital, membedakan mereka. Dengan lebih dari 400.000 pengikut di YouTube, Sanseito menjadi partai paling dominan secara daring, mengalahkan LDP tiga kali lipat.
“Kemenangan ini baru permulaan. Dengan membangun struktur yang solid dan meraih 50 hingga 60 kursi, saya yakin kebijakan kami akan menjadi kenyataan,” pungkas Kamiya.