Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi partai berkuasa di Jepang kehilangan mayoritas suara di parlemen dalam pemilihan umum pada Minggu (27/10/2024). Kekalahan ini meningkatkan ketidakpastian mengenai susunan pemerintahan berikutnya dan prospek perekonomian negara.
Melansir Reuters, Senin (28/10/2024), Partai Demokrat Liberal (LDP) pimpinan Perdana Menteri Shigeru Ishiba, yang telah memerintah Jepang hampir sepanjang sejarah pascaperang, dan partai koalisinya, Komeito, hanya meraih 209 kursi dari 465 kursi yang diperebutkan di majelis rendah parlemen.
Jumlah tersebut turun dari 279 kursi yang mereka kuasai sebelumnya dan merupakan hasil pemilu terburuk bagi koalisi ini sejak mereka kehilangan kekuasaan pada tahun 2009.
“Pemilu kali ini sangat sulit bagi kami,” kata PM Ishiba seperti dikutip Reuters.
Pemimpin partai Komeito, Keiichi Ishii, yang mengambil alih posisi sebagai pemimpin baru partai tersebut bulan lalu, kalah di distriknya.
Pemenang terbesar malam itu, Partai Demokratik Konstitusional Jepang (Constitutional Democratic Party of Japan/CDPJ) yang merupakan oposisi utama, sejauh ini meraih 143 kursi, naik dari 98 kursi sebelumnya.
Baca Juga
Turunnya suara yang diperoleh LDP dan koalisinya didorong didorong oleh beralihnya pemilih dari partai yang dipimpin Ishiba tersebut akibat dugaan skandal pendanaan dan persoalan inflasi.
Hasil pemilu ini dapat memaksa partai-partai untuk melakukan kesepakatan pembagian kekuasaan dalam pemerintahan yang berpotensi menyebabkan ketidakstabilan politik di tengah masalah ekonomi Jepang dan ketegangan situasi keamanan di Asia Timur.
“Ini bukanlah akhir, tetapi awal,” kata pemimpin CDPJ Yoshihiko Noda dalam sebuah konferensi pers.
Noda menambahkan bahwa partainya akan bekerja sama dengan partai-partai oposisi lainnya untuk mengupayakan pergantian pemerintahan.
Ishiba mengatakan bahwa ia akan menunggu hasil akhir, yang kemungkinan akan diumumkan pada dini hari Senin, sebelum mempertimbangkan potensi koalisi atau kesepakatan pembagian kekuasaan lainnya.
Ishiba telah mengadakan jajak pendapat segera setelah terpilih menjadi ketua partai bulan lalu, dengan harapan memenangkan mandat publik untuk jabatan perdana menterinya. Pendahulunya, Fumio Kishida, mengundurkan diri setelah dukungannya menurun karena kemarahan atas krisis biaya hidup dan skandal yang melibatkan sumbangan yang tidak tercatat kepada anggota parlemen.
Pemilu ini juga berlangsung sembilan hari sebelum para pemilu di Amerika Serikat.
Gejolak Pasar
Bursa saham Jepang dan mata uang yen diperkirakan akan tertekan, sedangkan imbal hasil obligasi pemerintah bertenor lebih panjang diprediksi menguat karena para investor bereaksi terhadap ketidakpastian politik ini.
Ekonom senior Mizuho Research and Technologies Saisuke Sakai mengatakan penilaian para pemilih terhadap blok yang berkuasa lebih keras daripada yang diperkirakan sebelumnya.
“Ketidakpastian mengenai kelanjutan pemerintahan telah meningkat, dan pasar saham kemungkinan akan bereaksi besok dengan aksi jual, terutama di antara para investor asing,” ungkap Sakai.
LDP telah memegang mayoritas langsung sejak kembali berkuasa pada tahun 2012 setelah sempat menjadi oposisi. LDP juga pernah kehilangan kekuasaan secara singkat pada tahun 1993, ketika koalisi dari tujuh partai oposisi membentuk pemerintahan yang berlangsung kurang dari setahun.
Partai-partai yang lebih kecil, seperti Partai Demokratik untuk Rakyat (DPP) atau Partai Inovasi Jepang, sekarang dapat menjadi kunci untuk membentuk pemerintahan.
DPP memiliki 27 kursi sejauh ini dan Partai Inovasi Jepang memiliki 35 kursi. Namun keduanya mengusulkan kebijakan yang bertentangan dengan garis LDP.
Ketua DPP Yuichiro Tamaki tidak mengesampingkan beberapa kerja sama dengan koalisi yang dipimpin LDP, namun ketua Partai Inovasi Nobuyuki Baba telah menolak gagasan tersebut.
DPP menyerukan pemotongan separuh pajak penjualan Jepang sebesar 10% hingga upah riil naik, sebuah kebijakan yang tidak didukung oleh LDP, sementara Partai Inovasi telah menjanjikan aturan donasi yang lebih ketat untuk membersihkan politik.