Bisnis.com, JAKARTA - Ir. Sukarno atau Bung Karno adalah tokoh politik sekaligus tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Dia tidak hanya dikenal sebagai proklamator Kemerdekaan Indonesia, tetapi juga sebagai Presiden pertama Republik Indonesia.
Bung Karno memiliki pemikiran visioner, kemampuan orasi yang kuat, dan semangat nasionalisme yang tinggi. Bung Karno juga memainkan peran utama dalam gerakan untuk menentang hegemoni Belanda sekaligus tokoh kunci dalam proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Sukarno juga dikenal sebagai pencetus Pancasila. Penggemar buku dan menguasai bahasa Inggris, Prancis, Jerman dan Belanda. Dia juga merupakan ayah dari Presiden ke 5 Megawati Soekarnoputri.
Melalui tulisan ini, Anda akan mengenal lebih dekat kehidupan pribadi, perjuangan politik, serta warisan besar yang ditinggalkan oleh Ir. Sukarno. Informasi di bawah ini dilengkapi dengan referensi resmi agar tetap akurat dan dapat dipercaya.
Biodata Diri Sukarno
Berikut adalah informasi lengkap mengenai biodata pribadi Sukarno yang menjadi Presiden pertama Republik Indonesia sekaligus Proklamator Kemerdekaan:
- Nama Lengkap: Koesno Sosrodihardjo (kemudian dikenal sebagai Ir. Sukarno)
- Tempat, Tanggal Lahir: Surabaya, 6 Juni 1901
- Wafat: Jakarta, 21 Juni 1970
- Nama Ayah: Raden Soekemi Sosrodihardjo
- Nama Ibu: Ida Ayu Nyoman Rai
- Kebangsaan: Indonesia
- Agama: Islam
- Pendidikan: Europeesche Lagere School (ELS), Hoogere Burger School (HBS) Surabaya, dan Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB), lulus sebagai insinyur teknik sipil
Istri-Istri Soekarno
Ir. Sukarno dikenal memiliki beberapa istri sepanjang hidupnya, yang masing-masing memiliki pengaruh tersendiri dalam perjalanan hidup dan perjuangannya:
Baca Juga
- Siti Oetari – Istri pertama Soekarno, dinikahi saat masih muda. Hubungan ini tidak berlangsung lama.
- Inggit Garnasih – Menemani Sukarno di masa-masa sulit perjuangan dan pengasingan. Namun, ia menolak dimadu.
- Fatmawati – Penjahit bendera Merah Putih dan Ibu Negara pertama Indonesia.
- Hartini – Istri pasca-kemerdekaan yang dikenal hangat dan keibuan.
- Ratna Sari Dewi (Naoko Nemoto) – Warga negara Jepang yang dinikahi secara resmi menjelang akhir masa jabatan.
- Kartini Manoppo – Mantan pramugari yang menjadi istri Sukarno.
- Haryati – Istri dalam pernikahan yang singkat dan kurang terdokumentasi.
- Yurike Sanger – Wanita muda yang dinikahi di masa akhir hidupnya.
Anak-Anak Soekarno
Sukarno memiliki sejumlah anak dari berbagai pernikahannya, beberapa di antaranya cukup dikenal di kancah nasional maupun internasional:
- Megawati Soekarnoputri – Putri dari Fatmawati, menjabat sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia dan kini Ketua Umum PDI Perjuangan.
- Guntur Soekarnoputra – Anak sulung dari Fatmawati, aktif dalam bidang kebudayaan dan politik.
- Rachmawati Soekarnoputri – Anak dari Fatmawati yang dikenal sebagai tokoh pendidikan dan pendiri Universitas Bung Karno.
- Sukmawati Soekarnoputri – Seorang seniman dan politisi yang aktif di berbagai kegiatan kebangsaan.
- Guruh Soekarnoputra – Dikenal sebagai seniman dan tokoh politik, anggota DPR RI selama beberapa periode.
- Kartika Sari Dewi Soekarno – Putri dari Ratna Sari Dewi Soekarno, berkiprah di bidang sosial dan budaya internasional.
Masa Kecil Sukarno
Sukarno dilahirkan dengan nama Koesno Sosrodihardjo pada 6 Juni 1901 di Surabaya, Dia dibesarkan dalam keluarga ningrat Jawa dan Bali. Ayahnya, Raden Soekemi Sosrodihardjo, adalah seorang guru lulusan sekolah guru Belanda, sementara ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, berasal dari kalangan pemuka agama di Bali.
Sejak kecil, Sukarno menunjukkan kecerdasan yang menonjol. Karena sering sakit, keluarganya memutuskan mengganti namanya menjadi "Sukarno," mengikuti tradisi Jawa agar anak lebih sehat dan kuat.
Ia menempuh pendidikan dasarnya di Tulungagung dan Mojokerto, sebelum melanjutkan ke Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar Belanda untuk anak pribumi terpilih.
Di sekolah ini, Sukarno mendapatkan pendidikan bergaya Barat yang memperkenalkannya pada bahasa Belanda, ilmu pengetahuan, dan sistem pemikiran modern.
Namun, di balik pendidikan tersebut, ia juga mulai menyadari ketidakadilan sosial yang terjadi di bawah kekuasaan kolonial, terutama perlakuan diskriminatif terhadap kaum pribumi. Pengalaman ini mulai menumbuhkan benih-benih nasionalisme dalam dirinya.
Kehidupan Awal Sukarno
Sukarno melanjutkan jenjang pendidikan menengahnya di Hoogere Burger School (HBS) Surabaya, sebuah sekolah menengah Belanda yang bergengsi. Selama menempuh pendidikan di Surabaya, ia tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto-tokoh penting Sarekat Islam yang dikenal sebagai guru bangsa. Pengalaman ini sangat berpengaruh dalam membentuk wawasan politik Sukarno.
Di rumah Tjokroaminoto, Sukarno tidak hanya tinggal, tetapi juga menyerap berbagai pemikiran dari diskusi intensif yang melibatkan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Ia bersentuhan langsung dengan gagasan-gagasan tentang kemerdekaan, perlawanan terhadap kolonialisme, dan pentingnya persatuan bangsa. Kehidupan di lingkungan ini memperkaya pemikiran Sukarno dan menjadi landasan awal dalam perjalanannya sebagai pemimpin perjuangan bangsa.
Perjalanan Politik Soekarno
Sukarno mulai aktif dalam dunia politik saat kuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng, di mana ia tak hanya belajar teknik sipil, tetapi juga mulai menyuarakan gagasan kebangsaan melalui tulisan dan diskusi politik.
Tahun 1927, ia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), sebuah organisasi politik yang bertujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan pendekatan non-kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda. PNI menyuarakan nasionalisme, anti-imperialisme, dan kemandirian bangsa.
Pada Desember 1929, Sukarno ditangkap oleh pemerintah kolonial karena aktivitas politiknya dan dipenjara di Penjara Sukamiskin, Bandung. Selama dalam tahanan, ia menulis pembelaan terkenal berjudul "Indonesia Menggugat", yang kemudian menjadi simbol perlawanan intelektual terhadap penjajahan.
Setelah dibebaskan, pemerintah kolonial tetap memandangnya sebagai ancaman, sehingga Soekarno diasingkan ke Ende, Flores (1934–1938), dan kemudian ke Bengkulu (1938–1942).
Di tempat pengasingan ini, ia tetap menulis, berdakwah, dan berinteraksi dengan masyarakat setempat, bahkan membangun jaringan perjuangan baru yang memperkuat tekadnya untuk memerdekakan bangsa.
Perjuangan Kemerdekaan
Saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, Sukarno melihat peluang strategis untuk memperjuangkan kemerdekaan melalui pendekatan kolaboratif dengan pemerintahan militer Jepang.
Dia diundang menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), di mana pada tanggal 1 Juni 1945, ia menyampaikan pidato monumental yang kemudian dikenal sebagai "Lahirnya Pancasila"-gagasan dasar negara yang menyatukan keragaman bangsa Indonesia.
Setelah BPUPKI dibubarkan, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan menunjuk Soekarno sebagai anggota penting dalam menyusun langkah konkret menuju kemerdekaan. Bersama Mohammad Hatta, Sukarno mendesak kemerdekaan segera diproklamasikan, terutama setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.
Pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945, di kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, Sukarno membacakan teks Proklamasi yang menandai berdirinya Republik Indonesia secara resmi dan menjadi simbol kebangkitan bangsa dari penjajahan.
"Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. - Naskah Proklamasi 1945"
Penghargaan Sukarno
Sukarno diangkat sebagai Pahlawan Nasional dan Proklamator oleh negara. Ia juga dikenal dunia sebagai tokoh utama Gerakan Non-Blok bersama Tito dan Nehru, memperjuangkan solidaritas negara berkembang.
Banyak negara seperti Mesir, India, dan Tiongkok memberikan penghargaan dan gelar kehormatan atas jasa internasionalnya.
Wafatnya Sukarno
Setelah lengser dari jabatan Presiden pada 1967, Soekarno hidup dalam keterbatasan politik dan pengawasan ketat. Kesehatannya menurun akibat tekanan dan isolasi.
Ia wafat pada 21 Juni 1970 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, dan dimakamkan di Blitar, di samping ibunya. Makamnya kini menjadi tempat ziarah nasional.
Peninggalan Sukarno
Soekarno meninggalkan warisan besar: teks proklamasi asli, pidato-pidato penting seperti "Indonesia Menggugat" dan "Di Bawah Bendera Revolusi," serta koleksi seni yang disimpan di istana negara dan museum.
Sebagai tokoh yang menggabungkan politik, seni, dan nasionalisme, ia membentuk warisan budaya dan ideologis yang tetap relevan hingga kini.
Soekarno bukan hanya proklamator, tetapi juga pemikir dan pemimpin bangsa yang menginspirasi banyak generasi. Melalui gagasan Pancasila dan perjuangannya membangun kedaulatan, ia menjadi simbol nasionalisme Indonesia.
Pemikiran dan warisannya akan terus dikenang, tidak hanya dalam buku sejarah, tetapi dalam semangat rakyat yang mencintai tanah air.
Referensi Resmi:
- Arsip Nasional RI: https://anri.go.id
- Perpustakaan Nasional RI: https://perpusnas.go.id
- Museum Kepresidenan Balai Kirti: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
- Buku "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" oleh Cindy Adams
Disclaimer: Artikel ini dihasilkan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) dan telah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi Bisnis.com untuk memastikan akurasi dan keterbacaan informasi.