Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia memiliki hubungan yang cukup erat dengan China dan Amerika Serikat. Kedua negara itu memiliki pengaruh yang cukup besar baik dari sisi politik, ekonomi, dan keamanan.
Namun demikian, hubungan itu mengalami sejumlah tantangan, terutama setelah pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, mengerek tarif bea masuk resiprokal barang dari Indonesia hingga di angka 32%. Indonesia, sampai harus berjibaku melobi Trump untuk menurunkan tarif tersebut.
Tidak tanggung-tanggung, Presiden Prabowo Subianto bahkan mengirim delegasi ke AS. Timnya adalah birokrat papan atas. Ada nama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Tidak jelas hasil dari proses negosiasi tersebut. Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto telah melaporkan hasil kunjungannya ke Amerika Serikat (AS) kepada Presiden Prabowo Subianto terkait negosiasi tarif resiprokal yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Airlangga mengaku bahwa dirinya bertemu dengan pejabat tinggi seperti USTR, Secretary of Commerce, Secretary of Treasury, dan Direktur National Economic Council. Dia juga berdiskusi dengan pelaku industri semikonduktor AS, US-Asean Business Council, Amazon, Boeing, Microsoft, dan Google.
“Saya laporkan ke Presiden yang ditawarkan Indonesia secara prinsip, melalui surat yang disampaikan pada 7 April dan 9 April mendapatkan apresiasi ke Amerika,” tuturnya, Senin (28/4/2025) lalu.
Baca Juga
Dalam pertemuan tersebut, kata Airlangga, Indonesia menawarkan sejumlah proposal, termasuk keseimbangan neraca perdagangan dan penghapusan hambatan non-tarif. “Karena surat kami relarif komprehensif, terkait non tarif, dan rencana Indonesia seimbangkan neraca perdagangan. Kami sebut fair and square. Mereka kan neraca perdagangannya sekitar US$19 miliar, kami berikan lebih dari US$19,5 miliar. Jual beli langsung US$19,5 miliar tetapi kami ada projek yang akan dibeli dari AS,” imbuhnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa perusahaan Indorama berencana berinvestasi US$2 miliar di Louisiana untuk proyek Blue Ammonia. Selain itu, komoditas critical mineral yang juga turut dibahas dalam lawatannya tersebut dengan mengajukan permintaan untuk tarif yang sifatnya resiprokal atau untuk komoditas utama Indonesia yang melakukan ekspor ke AS.
Dia menekankan bahwa Indonesia mengajukan permintaan agar tarif ekspor utama Indonesia ke AS disetarakan dengan negara lain seperti Vietnam dan Bangladesh. “Kami minta tarif kita setara dengan negara lain. Apakah ke Vietnam, Bangladesh, sehingga dengan yang lain kami ada equal level playing field,” pungkas Airlangga.
AS atau China?
Adapun jika melihat dari sisi data, Indonesia memang memiliki ekspor yang cukup besar ke AS. Namun demikian, eksportasi ke China juga jauh lebih besar. Impor juga demikian. Bedanya neraca perdagangan Indonesia dengan AS. Sementara itu dengan China mengalami defisit.
Sekadar catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data kinerja perdagangan pada April 2025. Ekspor nonmigas Januari–April 2025 terbesar adalah ke China yaitu US$18,87 miliar. Komoditas utama yang diekspor ke China pada periode tersebut adalah besi dan baja, bahan bakar mineral, dan nikel dan barang daripadanya.
Adapun, ekspor ke Amerika Serikat senilai US$9,38 miliar atau di peringkat kedua. Di tempat ketiga India US$5,59 miliar. Baik ke China maupun AS, eksportasi RI mengalami kenaikan lebih dari US$1 miliar year on year atau tepatnya ke AS US$1,34 miliar (16,73%); China US$1,23 miliar (7%).
Berbeda dengan ekspor, importasi non migas RI juga didominasi oleh China. BPS mencatat bahwa 3 negara yang menjadi pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-April 2025 adalah China US$25,77 miliar (39,48%), Jepang US$5,04 miliar (7,72%), dan Thailand US$3,13 miliar (4,79%). Sementara itu AS hanya di angka sekitar US$2,9 miliar.
Itu artinya, perdagangan antara Indonesia dengan China mengalami defisit sekitar US$6,7 miliar. Sebaliknya dengan AS, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus sebesar US$6,48 miliar.
Selain dari sisi perdagangan, China juga lebih mendominasi realisasi investasi selama kuartal 1/2025. Realisasi investasi China tercatat sebesar US$1,75 miliar. Namun kalau menggabungkan dengan Hong Kong, yang juga masih wilayah China, nilainya mencapai US$4 miliar. Sedangkan AS, realisasi investasinya selama kuartal 1/2025 hanya di angka US$802 juta.