Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya pro-kontra antara Dewan Direksi dan Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terkait dengan kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi terhadap PT Jembatan Nusantara (JN).
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut. Salah satunya adalah mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi.
Dugaan soal pro-kontra antara direksi dan komisaris soal akuisisi perseroan terhadap perusahaan feri swasta itu didalami dari pemeriksaan saksi Imelda Alini Pohan. Imelda merupakan Direktur Pemasaran Perum Perumnas, yang sebelumnya pernah menjabat VP Corporate Secretary ASDP selama 2018-2020.
"Saksi didalami terkait pro-kontra yang pernah terjadi terkait KSU dan Akuisisi pada tubuh BOC dan BOD tahun 2019," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (29/5/2025).
Untuk diketahui, KPK menetapkan Ira Puspadewi dan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Ketiga tersangka lainnya adalah mantan Direktur Komersial dan Pelayaran ASDP Muhammad Yusuf Hadi, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono, serta pemilik PT JN Adjie.
Lembaga antirasuah menduga Adjie pada 2018 menawarkan akuisisi perusahaannya kepada Ira, yang saat itu baru diangkat sebagai Dirut.
Baca Juga
Setelah sejumlah pertemuan antara Adjie, Ira, serta Harry Mac dan M Yusuf Hadi, PT JN secara resmi melakukan penawaran tertulis ke ASDP pada 2019.
Sebagai tindak lanjut, ASDP melakukan kerja sama usaha (KSU) dengan PT JN pada tahun anggaran 2019-2020, lalu diperpanjang untuk 2021-2022. Masih pada tahun yang sama, Ira diduga mengirimkan surat berbeda ke Komisaris Utama ASDP dan Menteri BUMN. Surat ke Komut perihal Permohonan Persetujuan.
Tertulis atas Rencana KSU Pengoperasian Kapal dengan PT JN Group, sedangkan surat ke Menteri BUMN turut menjelaskan ASDP sedang dalam masa orientasi penjajakan kemungkinan proses akuisisi kapal dengan terlebih dahulu melalui kerja sama usaha pengoperasian kapal. Komisaris Utama disebut tidak menyetujui rencana akuisisi itu.
"Komisaris Utama pada saat itu tidak menyetujui rencana akuisisi PT JN oleh PT ASDP," ungkap Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo, Februari 2025 lalu.
Pada 2020, Dewan Komisaris ASDP diganti. Pihak Direksi lalu memasukkan kegiatan akuisisi PT JN ke RJPP 2020-2024, dan disahkan oleh Dewan Komisaris yang baru.
Dalam RJPP tersebut, ASDP mengungkap adanya penambahan 53 kapal berkat akuisisi PT JN. Padahal, pada RJPP 2019-2023, perseroan memutuskan untuk memperkuat kesehatan keuangan dengan di antaranya menambah kapal feri baru melalui pengadaan atau pembangunan baru sesuai dengan kebutuhan wilayah.
Setelah sejumlah pertemuan keempat tersangka, tercapai kesepakatan untuk nilai akuisisi pada 20 Oktober 2021 yaitu sebesar Rp1,27 triliun. Nilai yang disepakati itu terdiri dari Rp892 miliar untuk nilai saham (termasuk 42 kapal JN) serta Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi PT JN.
Kedua pihak juga menyepakati bahwa utang milik PT JN pembayarannya akan dilanjutkan oleh ASDP. Lembaga antrirasuah menyebut berdasarkan audit penghitungan kerugian keungan negara uang dilakukan, akuisisi itu terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp893 miliar.
"Atas perhitungan yang dilakukan, maka transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp893.160.000.000,00 (delapan ratus sembilan puluh tiga miliar seratus enam puluh juta rupiah)," jelas Budi.
Para tersangka pun dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.