Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

6 Eks Pejabat Antam (ANTM) Divonis 8 Tahun Bui di Kasus Cap Emas Palsu

Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada 5 eks pejabat ANTM yang terlibat kasus cap emas palsu.
Tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola komoditi emas cap Antam 109 ton periode 2010-2022 digiring ke mobil tahanan Kejaksaan, Kamis (18/7/2024)/Bisnis-Anshary Madya Sukma
Tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola komoditi emas cap Antam 109 ton periode 2010-2022 digiring ke mobil tahanan Kejaksaan, Kamis (18/7/2024)/Bisnis-Anshary Madya Sukma

Bisnis.com, JAKARTA -- Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara masing-masing selama 8 tahun kepada enam orang terdakwa perkara korupsi kegiatan bisnis pemurnian dan lebur cap emas Logam Mulia (LM) PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam (ANTM).

Pada sidang pembacaan putusan hari ini, Selasa (27/5/2025), enam bekas pejabat di Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Antam periode 2010-2021 itu dinyatakan terbukti bersalah dalam perkara yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,3 triliun itu. 

Enam terdakwa itu yakni Tutik Kustiningsih, Herman, Iwan Dahlan, Dody Martimbang, Abdul Hadi Aviciena serta Muhammad Abi Anwar. Berdasarkan catatan Bisnis, Dody sebelumnya juga sudah menjadi terpidana kasus korupsi kerja sama pengolahan anoda logam Antam dan PT Loco Montrado, yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu masing-masing dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan pada Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025). 

Beberapa hal yang memberatkan vonis terhadap enam terdakwa yakni karena telah mengakibatkan kerugian keuangan negara, serta memperkaya orang lain. 

Sementara itu, beberapa hal meringankan yakni faktor usia lanjut khususnya Terdakwa Herman dan Tutik, belum pernah dihukum, tidak menikmati hasil tindak pidana, serta bersikap sopan dan tidak mempersulit jalannya persidangan. 

Atas pertimbangan Majelis Hakim, Terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf b yaitu pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti karena fakta hukumnya para terdakwa tidak memperoleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan.

Sebelumnya, para terdakwa mantan pejabat UBPPLM didakwa melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana korupsi secara sendiri-sendiri atau bersama-sama pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas pada 2010-2022. Perbuatan ini didakwa telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 3,3 triliun.

Perbuatan rasuah itu dilakukan enam terdakwa bersama dengan tujuh orang terdakwa lainnya, yang di antaranya merupakan pelanggan cuci dan lebur emas dalam kegiatan ini. Vonis terhadap mereka akan dibacakan Majelis Hakim esok hari, Rabu (28/5/2025).

Tujuh orang terdakwa itu adalah Lindawati Efendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawa, Ho Kioen Tjay,  Direktur PT Jardintraco Utama Djudju Tanuwidjaja, serta karyawan outsourcing di bagian perdagangan UBPPLM Antam periode 2006-2013, Gluria Asih Rahayu.

Berdasarkan catatan Bisnis, kasus tersebut ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus itu sempat menyita perhatian publik lantaran memicu dugaan korupsi 109 ton emas dengan cap atau stempel Antam. 

Nico Kanter, Direktur Utama Antam, saat itu pernah memberikan klarifikasi ke DPR lantaran beredar isu bahwa 109 ton emas itu merupakan emas palsu. Menurutnya, publik telah salah sangka soal emas palsu, karena emas yang disebut tersebut adalah emas asli. 

"Kami pertama tentu harus klarifikasi dulu ke publik. Publik membaca emas palsu 109 ton, padahal Direktur Penyidikan dari Kejagung tidak pernah menyebutkan adanya emas palsu," kata Niko saat RDP Komisi VI dengan MIND, dikutip Senin (3/6/2024).  

Niko mengatakan yang diperkarakan oleh Kejagung dianggap berkaitan dengan penggunaan merek logam mulia Antam secara tidak resmi. Proses lebur cap atau licensing emas tidak resmi tersebut dilihat merugikan negara.    

"Ada beberapa hal di dalam proses lebur cap ini, ada branding atau licensing yang dilihat merugikan. Jadi diproses di Antam, tapi kami tidak membebankan biaya lisensinya atau branding. Jadi memang ada cap emas yang kami berikan dan itu meningkatkan nilai jual," tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper