Bisnis.com, JEDDAH — Jemaah calon haji kelompok terbang (kloter) 71 Embarkasi Surabaya (SUB-71) baru saja mendarat di terminal fast track, Bandara Internasional King Abdulaziz, Jeddah, Jumat (23/5/2025) pukul 11:30 Waktu Arab Saudi (WAS).
Sebagaimana biasa, di pintu kedatangan, para Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPHI) Arab Saudi berseragam biru menyambut dan mengarahkan jemaah ke dalam bus yang akan membawa mereka menuju Makkah. Mengucapkan selamat datang, sekadar menawarkan keramahan saudara sebangsa di negeri timur jauh.
Tak lama, seorang pria berwajah Timur Tengah dengan seragam putih abu-abu dan dasi ungu, tiba-tiba mendekat. Bahasa tubuhnya seperti meminta kami, petugas dari Indonesia, mengajari bagaimana menyapa para jemaah dalam bahasa ibu mereka.
"Slamat data?" tanya pria itu, yang agaknya telah mencuri dengar bagaimana kami menyambut jemaah.
"Se-la-mat da-tang.." salah seorang dari kami mengejanya.
"Slamat datang. Means?"
"It means welcome."
"Welcome, okay. Assalamualaikum, selamat datang?"
"Yes, good."
Pria itu adalah bagian dari Al Wukalla, perusahaan layanan logistik bandara yang khusus melayani jemaah haji. Mereka mengurusi koper bagasi, mengorganisasi dan mengarahkan jemaah ke dalam bus, dan bahkan belakangan juga mendorong kursi roda para lansia, hingga menyediakan bus khusus yang dilengkapi lift hidrolik untuk mereka yang berisiko tinggi (risti).
Para petugas itu umumnya juga berupaya menguasai beberapa frasa dalam Bahasa Indonesia untuk dimengerti jemaah asal Nusantara.
Di toko kelontong atau gerai oleh-oleh di kawasan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Bahasa Indonesia boleh jadi adalah yang paling jamak kita dengar saat jual-beli. Sesederhana karena jemaah haji dan umrah dari Nusantara adalah yang terbanyak sepanjang tahun, sehingga para pedagang merasa perlu menguasai Bahasa Indonesia untuk menarik pembeli.
Akan tetapi, hal berbeda terjadi di bandara. Aspek bahasa sebagai jembatan koordinasi antara petugas dari Indonesia dan Arab Saudi menjadi salah satu titik krusial yang menentukan kelancaran arus pergerakan jemaah dari bandara ke Makkah.
Peran itulah yang diemban Muhammad Yusuf Bahar Muksin (35), satu dari enam petugas penghubung di sektor 3 Daerah Kerja Bandara, PPIH Arab Saudi. Sekali pandang, orang akan yakin Yusuf asli warga Saudi.
Namun, seragam biru muda dengan bendera merah-putih di lengan sebelah kanan yang dia kenakan, juga Bahasa Indonesia yang fasih keluar dari lisannya, menjadi penanda identitas.
"Ibu saya dari Jakarta, dari Petamburan, ayah saya dari Surabaya, [saya] asli Indonesia. Setiap tahun harus pulang ke Indonesia," ujarnya.
Banyak pihak terlibat
Meski demikian, Yusuf mengaku lahir dan besar di Arab Saudi. Tahun ini adalah kali kedua dia bergabung menjadi bagian dari petugas haji Indonesia, khususnya sebagai penghubung. Tugasnya cukup sederhana, yakni menerjemahkan permintaan dan kebutuhan dari petugas Indonesia kepada pihak Arab Saudi.
Baca Juga : PPIH Arab Saudi Matangkan Sinkronisasi Data untuk Kepastian Layanan Jemaah Haji di Armuzna |
---|
"Karena kami itu ada banyak di sini, ada dari Kementerian Haji [Arab Saudi], ada dari syarikah, ada juga dari Wukalla yaitu yang membantu memproses keluarnya jemaah dari arrival sampai bus," kata Yusuf.
Sebagai warga mukimin Arab Saudi dan dengan pengalaman 17 tahun di industri penerbangan, Yusuf tampak tidak kerepotan menjalankan tugasnya. Selain kemampuan dwibahasa yang terampil, inisiatif pihak Arab Saudi dalam memaksimalkan layanan haji bagi jemaah Indonesia, juga diakui amat memudahkan tugasnya.
Dia melanjutkan, petugas penghubung juga banyak mengurusi kematian jemaah di Tanah Suci, atau mereka yang turun dari pesawat dalam keadaan sakit dan butuh penanganan kesehatan lebih lanjut.
"Tantangan tidak ada, selama ini semua berjalan lancar, semua permintaan kami dituruti, Alhamdulillah," ujar Yusuf.
Petugas penghubung lainnya, Rizka Akmaludin Yunus (25) menambahkan, petugas Arab Saudi di bandara, baik yang berasal dari Al Wukalla maupun syarikah, tidak segan untuk berbahasa Indonesia sederhana di depan jemaah. Baik untuk sekadar menyapa atau mengorganisasi jemaah.
"Mereka bahkan berbicara dalam Bahasa Indonesia, contohnya 'ayo bapak ibu, satu baris, satu baris'. Jadi lumayan membantu juga, dan pastinya mendengar dari kami juga," katanya.
Rizka yang juga lahir serta besar di Arab Saudi mengaku senang bisa terlibat sebagai petugas haji tahun ini. Dia berharap bisa terus berkontribusi memperlancar perjalanan ibadah haji ratusan ribu jemaah Indonesia.
Operasional penyelenggaraan ibadah haji 1446 Hijiriah/2025 memasuki hari ke-25, Minggu (25/5/2025). Masih ada 10 hari tersisa jelang puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, Mina (Armuzna) yang akan dimulai pada 5 Juni 2025. Artinya, peran Yusuf, Rizka, dan petugas penghubung lainnya akan tetap dibutuhkan hingga pemulangan jemaah ke Tanah Air berakhir pada 11 Juli 2025.
"Kami senang bisa membantu, semoga juga sampai ke depannya nanti semakin lancar," tutur Rizka.