Kasus Bank DKI
Di sisi lain, Bareskrim saat ini sedang mengusut dugaan fraud dalam kebocoran dana Bank DKI. Hasil investigasi forensik terhadap kasus kebocoran di Bank DKI mengungkap adanya kelemahan di internal dan pada pihak ketiga.
Direktur Utama Bank DKI, Agus Haryoto Widodo, menjelaskan bahwa proses forensik dilakukan bersama lembaga internasional IBM. Hasilnya telah disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan saat ini masih dipelajari lebih lanjut.
“Dan memang dari hasil forensik itu ada titik-titik yang harus diperbaiki, ada kelemahan-kelemahan baik di Bank DKI maupun di pihak ketiga. Jadi bukan hanya di Bank DKI saja, tapi juga ada kelemahan di pihak ketiga yang harus diperbaiki,” tutur Agus dikutip, Kamis (17/4/2025).
Agus juga mengungkapkan adanya External Partner Agreement (EPA) yang tidak berjalan semestinya serta indikasi keterlibatan internal. Temuan ini teridentifikasi dari alamat IP yang digunakan sebagai akses masuk ke sistem. “Kurang lebihnya adalah, pokoknya ada IP yang masuk di dalam sistem kita. Dan IP itu adalah IP internal,” ucapnya.
Dia juga menambahkan untuk dapat mengakses sistem tersebut, diperlukan sosok dengan level otorisasi yang cukup tinggi.
Adapun, hasil forensik ini telah diserahkan ke Bareskrim Polri. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, juga dikabarkan akan meninjau hasil forensik tersebut secara langsung.
Baca Juga
Kasus Bank Jateng
Pada tahun 2021 lalu, Bareskrim Polri menahan dua orang mantan pejabat Bank Jawa Tengah (Jateng) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU).
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengataka dua mantan pejabat Bank Jateng yang ditangkap itu berinisial BM selaku pimpinan Bank Jateng cabang Jakarta periode 2017-2019 dan mantan pejabat BPD Bank Jateng berinisial RP.
Menurut Ramadhan, kedua pejabat Bank Jateng tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari ke depan. "Keduanya terlibat kasus korupsi kredit fiktif ya," tuturnya, Senin (21/6/2021).
Dia juga menjelaskan bahwa tersangka berinisial BM terlibat kasus korupsi kredit fiktif ke sejumlah perusahaan yang ternyata tidak sama dengan tujuan pengajuan kreditnya. Akibatnya, negara rugi sebesar Rp229 miliar. "Kredit proyek tersebut digunakan tidak sesuai peruntukannya untuk tiga debitur yaitu PT GI, PT MDSI, dan PT SI," katanya.
Menurut Ramadhan, terkait tersangka BM itu, tim penyidik juga mendapatkan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat tersangka dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), karena hasil korupsi tersebut dibelikan tanah dan ada juga beberapa rekening untuk penampungan uang hasil kejahatan.
"Ditemukan barang bukti dua bidang tanah di Ngablak, Magelang, dan gunung Tumpeng di Sukabumi serta tujuh rekening Bank Jateng," ujar Ramadhan.
Sementara itu, terkait tersangka berinisial RP, kata Ramadhan, terlibat kasus korupsi pengajuan kredit revolving, kredit proyek dan KPR di Bank Jateng cabang Blora pada 2018-2019 dengan nilai kredit mencapai Rp96,3 miliar. "Kredit itu sengaja direkayasanya dengan bantuan sejuah pihak. Padahal uang itu tidak digunakan sesuai dengan pengajuannya," tuturnya.
Dalam kasus tersebut penyidik sudah memeriksa 90 orang saksi dan menyita dokumen pengajuan revolving kredit, kredit proyek dan KPR, sertifikat hak milih sebanyak 70 yang terdiri dari 61 debitur KPR, empat sertifikat agunan revolving kredit, dan lima sertifikat hak milik agunan proyek.
"Tersangka RP dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 atas perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemerasan tindak pidana korupsi Jo pasal 51 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar," katanya.