Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Membaca Pengaruh Kebijakan Tarif AS Pada Sektor Properti Indonesia

Sektor properti Indonesia secara umum diperkirakan relatif masih aman dari dampak langsung tarif Trump,
Suasana pemukiman penduduk dan gedung perkantoran di Jakarta pada malam hari, Senin (6/8/2024)./Bisnis-Aprianto Cahyo Nugroho
Suasana pemukiman penduduk dan gedung perkantoran di Jakarta pada malam hari, Senin (6/8/2024)./Bisnis-Aprianto Cahyo Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA — Pengumuman kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap 160 negara di dunia menjadi bahan perbincangan saat ini. Tidak terkecuali, kebijakan tarif yang dikenakan Presiden AS Donald Trump ini juga berlaku bagi negara-negara di Asia seperti China, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.

Country Head Knight Frank Indonesia Willson Kalip mengatakan pada tataran regional, dampak eskalasi perang dagang melalui penetapan tarif ini diperkirakan akan merubah alur supply chain. Oleh karena itu, occupiers di sektor industri dan logistik berada dalam kewaspadaan dan perlu mempertimbangkan strategi baru.

Sementara itu, beberapa negara Asia seperti India, Indonesia dan Filipina yang pertumbuhan ekonomi dimotori pasar domestik hanya sedikit tertahan saja, namun dampak dari penetapan tarif resiprokal AS ini diprediksi berdampak cukup tajam di Asia Pasifik.

Adapun kebijakan tarif yang diberlakukan untuk Indonesia yaitu 32%. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi sektor properti Indonesia. Mengingat, pasar properti Indonesia saat ini didominasi oleh pasar domestik, sedangkan aliran investasi asing di sektor properti didominasi oleh negara-negara Asia.

Meski demikian, sektor properti perlu tetap waspada. Hal ini karena sektor properti cukup sensitif terhadap fluktuasi suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, untuk sektor properti pada segmen high-end diprediksi akan cukup terdampak karena material konstruksinya diantaranya berasal dari impor. Namun, justru ini menjadi peluang untuk mencari material konstruksi pengganti dari industri lokal.

Menurutnya, tarif AS diperkirakan akan melemahkan transaksi pasar pada kurun waktu tertentu, sebagai bentuk adaptasi konsumen untuk menahan atau membatasi transaksi di tengah ketidakpastian global. Selain itu, pelemahan pasar juga diprediksi akan terjadi karena pelemahan yang terjadi di sektor manufaktur dan perdagangan.

Selain itu, terdapat melemahnya rupiah yang dipicu oleh kenaikan tarif dapat menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk bahan bangunan impor yang berpotensi meningkatkan harga properti terutama di segmen kelas menengah ke atas.

"Indonesia menghadapi persaingan ketat dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand dalam upaya menarik relokasi industri dari AS dan China," ujarnya dalam laporan, Rabu (30/4/2025). 

Namun demikian terdapat peluang yang dapat digarap dari pengenaan tarif AS yakni pertumbuhan industri dan pergudangan. Potensi relokasi industri dari AS dan China menghadirkan peluang terutama di sektor properti industri dan pergudangan.

"Daerah seperti greater Jakarta (Karawang, Bekasi, Cibitung, Marunda), Subang, Batang, Gresik dan Sidoarjo mengalami peningkatan minat sejak tahun lalu. Bahkan wilayah greater Jakarta mencatat serapan lahan industri 313 hektare atau tumbuh 22% (Year-on-Year/YoY) pada akhir tahun 2024," ucapnya. 

Selain itu, pasar domestik Indonesia yang besar, reformasi regulasi, dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan menjadikan posisi Indonesia menjadi tujuan investasi yang menarik.

"Penetapan kebijakan tarif, menjadikan Indonesia perlu beradaptasi dengan membuka peluang terhadap diversifikasi pasar ekspor lebih luas lagi, misal upaya peningkatan ekspor ke kawasan Uni Eropa, Asia, Timur Tengah, Australia dan kawasan lainnya," katanya. 

Menurutnya, pemerintah perlu waspada terhadap tantangan yang dihadapi, sambil mempersiapkan instrumen untuk mewujudkan peluang yang terbuka. Iklim investasi dan perizinan usaha perlu menjadi perhatian sehingga tidak menjadi hambatan dalam upaya percepatan relokasi industri.

"Relokasi bisnis ke Indonesia diperkirakan akan meningkat bertahap pada 2025-2026, didukung oleh langkah pemerintah dalam meningkatkan daya saing investasi dan kesiapan kawasan industri baru," tuturnya. 

Sementara itu, sektor properti Indonesia secara umum diperkirakan relatif masih aman dari dampak langsung tarif Trump, meskipun efek domino kebijakan tersebut diperkirakan akan mempengaruhi pasar properti dalam kurun waktu tertentu sampai pasar menemukan titik keseimbangan baru.

Di tengah ketidakstabilan pasar saat ini, pemantauan situasi secara seksama dan kesiapan mitigasi menghadapi gejolak beberapa bulan ke depan menjadi krusial.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper