Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa sembilan saksi dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan, sembilan saksi yang diperiksa itu berasal dari pihak Pertamina hingga pejabat Kementerian ESDM.
"Penyidik pada direktorat Jampidsus Kejagung RI memeriksa sembilan orang saksi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/4/2025).
Dia memerincikan sembilan saksi itu mulai dari DS selaku VP Crude & Product Trading & Commercial ISC PT Pertamina (Persero) dan WKS selaku Pjs. Manager Market Analysis Development (ISC) PT Pertamina (Persero).
Kemudian, DDKW selaku Assistant Manager Crude Oil Domestic Supply PT Kilang Minyak Pertamina Internasional periode 2020- 2022.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap tiga senior account manager PT Pertamina Patra Niaga dengan inisial VBADH, HR dan DDH.
Baca Juga
Selanjutnya, MR selaku Director of Risk Management PT Pertamina International Shipping dan AN selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2021.
Terakhir, EED selaku Koordinator Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM juga turut diperiksa.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.
Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.
Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.