Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU TNI Bisa Ciptakan Ancaman Digital, Ini Pasalnya

Bivitri mengatakan bahwa TNI yang dididik secara militer, tidak seharusnya ada dalam jajaran masyarakat sipil.
Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti/istimewa
Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah kembali menghidupkan dwifungsi TNI dan memberikan tugas tambahan kepada TNI untuk menanggulangi ancaman pertahanan siber.

UU TNI dalam pasal 7 menjelaskan tugas-tugas pokok TNI yang ditambahkan yakni membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber, dengan penjelasan bahwa TNI berperan serta dalam upaya menanggulangi ancaman siber pada sektor pertahanan (cyber defense).

Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti menyebutkan bahwa UU TNI bisa berdampak pada demokrasi Indonesia. Saat ini, ada 3 alat negara untuk mempertahankan keamanan negara yakni TNI, polisi, dan juga BIN.

"Alat negara harusnya tidak mengambil keputusan politik, sebab mereka hanya pelaksana. Sebagai alat negara, TNI dan polisi diberikan akses pada senjata dan bisa melakukan kekerasan," ungkapnya dalam Workshop Kebijakan Publik dan Demokrasi di AJI Jakarta, Sabtu (22/3/2025).

Bivitri mengatakan bahwa TNI tidak seharusnya ada dalam jajaran masyarakat sipil. Sebab, TNI dididik secara militer, sehingga dari cara berpikir dan bertindak saja sudah berbeda dengan orang-orang sipil.

"Sebagai alat negara, TNI tidak boleh ada di jajaran pemerintahan yang demokrasi, karena mereka dididik secara militer. Dalam ilmu perundang-undangan, ada analisis dampak, maka dampaknya adalah akan muncul antikritik an tidak transparan. Apalagi TNI juga menangani wilayah cyber," ungkapnya.

Dia mengatakan bahwa UU TNI yang baru saja disahkan akan sangat mungkin membuat kebebasan dan demokrasi berkurang, dan ini juga membuat korporasi di bidang IT menjadi khawatir.

"Dengan karakter militer yang memegang jabatan sipil, maka akan muncul karakter tidak transparan dan kalau memberikan kritik, bisa dibungkam. Ingat, UU TNI juga masuk ranah cyber," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan pada 2024, indeks demokrasi Indonesia turun 3 peringkat dari tahun sebelumnya, yakni menjadi 6.44. Aspek 'kultur politik' dan 'kebebasan civil' mendapat skor terendah.  Skor kultur politik di Indonesia hanya 5.00 dan kebebasan sipil hanya 5.29. 

Titi menyebut ada anomali yang terjadi di 2024. Biasanya, tahun-tahun Pemilu indeks demokrasi biasanya naik. Sebab, pemilu merupakan salah satu indikator demokrasi berjalan secara prosedural.

Namun, pada 2024, hal itu tak berlaku. Padahal, di tahun tersebut Indonesia tetap menyelenggarakan Pemilu. Dia menilai ini dipengaruhi oleh implementasi Pemilu yang suram. Menurut Titi, ketidaktransparansi bisa menyebabkan aksi korupsi hingga penurunan demokrasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper