Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kerugian keuangan negara pada kasus dugaan korupsi pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR) ditaksir mencapai Rp222 miliar.
Nilai itu merupakan biaya yang dikeluarkan secara fiktif oleh para tersangka kasus tersebut, dari total keseluruhan biaya pengadaan iklan di BJB.
Adapun, secara total BJB mengeluarkan biaya Rp409 miliar untuk penempatan iklan di media massa, melalui jasa enam agensi. Namun, sebesar Rp222 miliar dibelanjakan secara fiktif untuk keperluan di luar penganggaran atau non-budgeter.
"Jadi yang ditempatkan berapa, maksudnya yang dikeluarkan oleh BJB itu di dalam pembayaran itu kurang lebih berapa detail, kemudian yang dibayarkan oleh agensi kepada media berapa, ini dikurangkan secara real-nya sebanyak Rp 222 miliar," jelas Plh. Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers, Kamis (13/3/2025).
Menurut Budi, angka kerugian keuangan negara sebesar Rp222 miliar itu belum final dan ada peluang kerugian keuangan negara bisa jadi lebih besar.
Hal itu karena angka kerugian tersebut baru didapatkan dari bukti formil yang telah diperoleh penyidik, meliputi kuitansi yang dibayarkan BJB dan dibandingkan dengan kuitansi yang dibayarkan agensi kepada media.
Baca Juga
"Secara materialnya apakah itu benar dikeluarkan yang ke media itu, kita akan perdalam nanti dalam proses penyidikan," terangnya.
Tersangka Korupsi BJB
Adapun, lembaga antirasuah telah menetapkan sebanyak lima orang tersangka. Dua di antaranya adalah internal BJB, yakni mantan Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH).
Tiga orang tersangka lainnya merupakan pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa, yaitu Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).
KPK menduga penempatan iklan itu dilakukan oleh total enam agensi untuk penayangan iklan di media televisi, cetak maupun elektronik. Tiga orang tersangka pengendali agensi itu masing-masing merupakan pemilik dua agensi yang memenangkan pengadaan penempatan iklan di BJB.
"Enam agensi tadi secara rinci masing-masing menerima PT CKMB Rp41 miliar, kemudian CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar," terang Budi.
Pada proses penyelidikan, KPK menemukan bahwa lingkup pekerjaan enam agensi itu hanya menempatkan iklan di media massa sesuai permintaan BJB. Penunjukan agensi itu juga diduga melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa.
Selanjutnya, pada tahap penyidikan, KPK menemukan bahwa Rp222 miliar yang dibelanjakan secara fiktif itu ditujukan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan di luar penganggaran resmi atau non-budgeter. Tersangka Yuddy dan Widi diduga bekerja sama dengan enam agensi tersebut untuk memenuhi dana non-budgeter itu.
"Akhirnya dibuatlah tadi suatu penempatan iklan yang sebenarnya PT BJB itu bisa langsung menempatkan ke media, namun digunakan pihak agensi guna mengambil sejumlah uang tadi di 2,5 tahun kurang lebih Rp222 miliar," terang Budi.
Beberapa perbuatan melawan hukum yang diduga terjadi oleh KPK adalah penunjukkan yang menyalahi aturan internal BJB hingga pengaturan agensi yang memenangkan proyek.