Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan bahwa meski beberapa industri padat karya tengah mengalami penurunan, pemerintah terus berupaya untuk memastikan keseimbangan di sektor ketenagakerjaan.
Yassierli menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto juga telah memberikan arahan khusus terkait isu ini agar dapat disoroti dan dicarikan solusinya dengan segera.
Meski begitu, Saat ditanya mengenai kondisi industri padat karya yang melemah, Yassierli menjelaskan bahwa tidak semua sektor terdampak secara merata.
Hal ini disampaikannya usai menghadiri rapat terbatas bersama dengan Presiden Prabowo Subianto, Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di Istana Merdeka, Senin (3/3/2025).
"Ya, tidak semua. Industri tekstil memang agak turun. Tapi kalau industri pakaian jadi malah tumbuh. Ini memang dinamika industri," ujarnya kepada wartawan di Kantor Presiden.
Mengenai kebijakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang memberikan kompensasi 60% kepada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), Yassierli memastikan bahwa program tersebut tetap berjalan.
Baca Juga
"Ya, pasti," tegasnya memastikan bahwa program tersebut berjalan.
Lebih lanjut, dia juga menekankan bahwa pemerintah telah mengambil langkah konkret dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2025 sebagai salah satu bentuk kepastian hukum dalam menangani isu ketenagakerjaan.
Selain Sritex, Yassierli juga mencermati kasus PHK yang melibatkan perusahaan seperti Sanken dan Yamaha juga menjadi perhatian pemerintah.
" Ya, itu kan case by case ya. Case by case. Tadi yang saya katakan memang ada beberapa industri kita karena kondisi global, kemudian kesulitan pasar dan seterusnya," ucapnya.
Pemerintah, kata Yassierli, berharap PHK menjadi langkah terakhir yang diambil oleh perusahaan. Oleh karena itu, pihaknya terus menjalin komunikasi dengan perusahaan-perusahaan terkait untuk memastikan bahwa setiap proses PHK telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, Yassierli menekankan bahwa pemerintah berharap industri padat karya tetap bertahan dan pekerja dapat terlindungi dengan kebijakan yang tepat.
"Kami sedang berkomunikasi sebenarnya yang dengan Yamaha dan Sanken. Karena ada beberapa hal yang kami ingin pastikan bahwa proses menuju PHK-nya itu sudah sesuai dengan aturan apa belum? Tapi yang saya katakan tadi, di lain sisi kan sebenarnya beberapa industri juga tumbuh di Indonesia. Jadi ini harus balance gitu," jelas Yassierli.
Pabrik Tutup
Sementara itu, jumlah pabrik yang berhenti beroperasi hingga melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK Massal di Indonesia semakin bertambah. Terbaru, pada awal tahun ini 2 pabrik alat musik Yamaha dan pabrik komponen peralatan listrik Sanken dikabarkan tumbang.
Berdasarkan catatan Bisnis, penutupan 2 pabrik alat musik yang dimaksud yaitu PT Yamaha Music Product MM 2100 di Bekasi pada akhir Maret 2025 dan PT Yamaha Indonesia di Kawasan Pulo Gadung. Setidaknya tutupnya 2 pabrik ini akan berdampak pada PHK 1.100 karyawan.
Tidak hanya itu, pabrik komponen peralatan listrik PT Sanken Indonesia yang merupakan penanaman modal asing (PMA) asal Jepang juga akan menutup pabriknya pada Juni 2025.
Perlu digarisbawahi bahwasannya pabrik Sanken Indonesia yang ditutup berbeda dengan pabrik elektronik dan alat rumah tangga yang diproduksi oleh PT Sanken Argawidja. Lokasi pabrik elektronik tersebut berada di Tangerang dan masih beroperasi saat ini.
Lebih lanjut, penutupan pabrik juga terjadi di sektor lainnya yakni industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yaitu PT Asia Pacific Fibers Tbk. (POLY) di Karawang yang menghentikan operasional pabrik kimia dan seratnya pada November lalu.
Tak hanya itu, raksasa tekstil lainnya yang tumbang yaitu PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex. Pabrik yang berlokasi di Sukoharjo itu resmi tutup per 1 Maret 2024 akibat ketidakmampuan melunasi utang kepada kreditur.