Bisnis.com, JAKARTA — Korban nyawa terus berjatuhan akibat serangan militer Israel di Tepi Barat, Minggu (5/1/2025). Serangan terus dilancarkan ketika Amerika Serikat (AS) turut berencana melanjutkan penjualan senjata ke Israel.
Sebagaimana diketahui, serangan militer Israel terhadap warga Palestina di Gaza mengalami eskalasi usai serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Teranyar, dilansir Reuters, Minggu (5/1/2025), partai Fatah dari Palestina menyebut seorang pria Palestina ditembak mati oleh tentara Israel saat serangan di Tepi Barat.
Media Palestina mengindentifikasi identitas orang tersebut sebagai pria berumur 37 tahun, yang tinggal di bagian selatan kota Jenin, Tepi Barat.
Namun demikian, menurut pihak militer Israel, pasukannya menghabisi nyawa seorang militan bersenjata dan menyita empat buah pucuk senjata dan uang dalam nilai ribuan shekel Israel terkait dengan pendanaan teroris, serta sekaligus membongkar laboraturium manufaktur bahan peledak.
Kota Jenin yang terletak di bagian utara Tepi Barat dikenal sebagai pusat dari kelompok militan Palestina selama puluhan tahun. Berbagai kelompok bersenjata telah berulang kali melawan upaya-upaya pengusiran oleh tentara Israel dari wilayah tersebut.
Baca Juga
Otoritas Palestina atau Palestinian Authority (PA) masuk ke daerah tersebut bulan lalu dalam upaya untuk menekan kelompok bersenjata yang diduga kriminal. Kelompok itu disebut telah membangun basis kekuatan di Jenin, dan bersebelahan dengan kamp pengungsi.
Adapun, dilansir Al-Jazeera, kelompok bersenjata yang menjadi target operasi PA adalah Hamas, Palestinian Islamic Jihad, bahkan Fatah, yang merupakan kelompok dengan kontrol atas PA. Sejak awal Desember 2024, PA telah memasuki Jenin seeta memotong akses air dan listrik sebagai upaya untuk 'mengembalikan' hukum dan ketertiban di Tepi Barat.
Aksi PA itu pun mendapatkan kritik dari kelompok aktivia dan pembela HAM setempat.
Untuk diketahui, PA lahir dari Perjanjian Oslo di antara pemimpin Palestina dan Israel pada 1993. Perjanjian itu memandatkan PA untuk mengakui Israel serta menghabisi kelompok bersenjata Palestina. Itu menjadi syarat pembentukan negara Israel dan Palestina pada 1999.
Meski demikian, selama 30 tahun belakangan semakin banyak pendatang dari Israel yang menduduki tanah Palestina. Luas daerah Palestina yang kini diduduki oleh pendatang atau penetap Israel bahkan sudah melebihi tiga kali lipat dari yang ada di Tepi Barat.
Banyak warga Palestina pun yang menuding bahwa PA, yang patuh terhadap Perjanjian Oslo, secara efektif bekerja sama dengan Israel untuk mempertahankan kependudukan pendatang di tanah Palestina.
Dilansir Reuters, Kementerian Kesehatan Palestina mencatat serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan 45.805 dan menyebabkan luka-luka terhadap 109.064 orang Palestina sejak 7 Oktober 2023. Belum lama ini, bahkan mencuat berita delapan orang bayi meninggal di Gaza akibat hipotermia.
Sementara itu, sekitar 1.200 orang warga Israel sebelumnya tewas akibat serangan Hamas pada 7 Oktober, dan 250 orang menjadi sandera.
Biden Lanjutkan Jual Senjata
Setelah puluhan ribu nyawa berjatuhan, dan kerusakan fisik selama 15 bulan belakangan, sekutu Israel tetap melancarkan dukungan terhadap serangan di bawah perintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang akan menghabiskan periode kepemimpinannya dalam sekitar dua pekan pun memanfaatkan hari-hari terakhirnya di Gedung Putih guna memastikan pasokan senjata untuk Israel tetap berlanjut.
Biden berencana menjual senjata senilai US$8 miliar atau setara Rp129 triliun kepada Israel. Padahal, pada 20 Januari mendatang, dia sudah akan digantikan oleh mantan rivalnya di Pilpres 2020 lalu yakni Donald Trump dari Partai Republik. Trump akan kembali ke Gedung Putih setelah gagal melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua di 2020 lalu.
Pemerintahan Biden telah melaporkan kepada anggota Kongres AS tentang usulan penjualan senjata tersebut. Hal itu disampaikan seorang pejabat AS, Jumat (3/1/2025).
"Kesepakatan tersebut memerlukan persetujuan dari DPR dan Komite Senat dan [senjata tersebut] mencakup amunisi untuk jet tempur dan helikopter serang serta peluru artileri. Paket tersebut juga mencakup bom berdiameter kecil dan hulu ledak," tulis pemberitaan Reuters, dikutip pada Sabtu (4/1/2025).
Saat ini, pemerintah AS sebenarnya sedang mendapat tekanan dari pengunjuk rasa selama berbulan-bulan yang menuntut embargo pengiriman senjata ke Israel. Namun, kebijakan AS sebagian besar tetap tidak berubah.
Berdasarkan catatan Reuters, pada Agustus 2024, Amerika Serikat telah menyetujui penjualan jet tempur dan peralatan militer lainnya senilai $20 miliar ke Israel.
Pemerintahan Biden beralasan mereka membantu sekutunya, Israel, mempertahankan diri dari kelompok militan yang didukung Iran seperti Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman.
Meski menghadapi kritik internasional, Pemerintah AS tetap mendukung Israel selama serangannya di Gaza. Serangan tersebut membuat hampir seluruh penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa mengungsi dan menyebabkan krisis kelaparan.
Pemerintah AS, sekutu dan pemasok senjata terbesar Israel, sebelumnya juga telah memveto (hak membatalkan) resolusi Dewan Keamanan PBB tentang gencatan senjata di Gaza.
"Biden dari Partai Demokrat akan meninggalkan jabatannya pada 20 Januari, ketika Presiden terpilih dari Partai Republik Donald Trump akan menggantikannya. Keduanya adalah pendukung kuat Israel," tulis Reuters.