Bisnis.com, JAKARTA - Rusia melancarkan serangan udara terbesarnya terhadap Ukraina dalam hampir tiga bulan pada Minggu (17/11/2024) waktu setempat dengan meluncurkan 120 rudal dan 90 drone. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya tujuh orang dan menyebabkan kerusakan parah pada sistem tenaga listrik.
Serangan tersebut, terjadi pada saat Donald Trump yang akan segera menjadi presiden AS, yang telah berjanji untuk mengakhiri perang tanpa memberitahukan caranya, telah meningkatkan prospek untuk mendorong perundingan.
Pertahanan udara terdengar saat drone menyerang ibu kota Kyiv pada malam hari dan serangkaian ledakan dahsyat terjadi di pusat kota selama serangan rudal tersebut. Warga berkerumun di stasiun metro bawah tanah sambil mengenakan mantel musim dingin.
Warga Ukraina telah bersiap selama berminggu-minggu untuk menghadapi serangan baru Rusia terhadap sistem energi yang sudah tertatih-tatih karena takut akan pemadaman listrik yang berkepanjangan di musim dingin dan meningkatnya tekanan psikologis hampir 1.000 hari setelah Rusia melancarkan invasi besar-besaran.
“Kerusakan parah pada sistem energi Ukraina, termasuk pembangkit listrik DTEK. Serangan ini sekali lagi menyoroti kebutuhan Ukraina akan sistem pertahanan udara tambahan dari sekutu kami,” kata Maxim Timchenko, CEO DTEK, perusahaan listrik swasta terbesar di Ukraina dikutip dari Reuters, Senin (18/11/2024).
Tingkat kerusakan serangan Rusia kali ini sulit diperkirakan. Setelah serangan Rusia berulang kali terhadap jaringan listrik, para pejabat hanya mengungkapkan sedikit informasi rinci tentang hasil serangan dan kondisi jaringan listrik.
Para pejabat mengkonfirmasi kerusakan pada infrastruktur penting atau pemadaman listrik di wilayah mulai dari Volyn, Rivne, Lviv di barat hingga Dnipropetrovsk dan Zaporizhzhia di tenggara.
DTEK memberlakukan pemadaman listrik darurat di wilayah selatan Odessa, namun telah mencabut pemadaman listrik di tiga wilayah lainnya pada pagi hari. Pekerjaan darurat sedang berlangsung di wilayah Odesa, Rivne dan Volyn, kata operator jaringan nasional Ukrenergo.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pihaknya telah melancarkan serangan besar-besaran terhadap fasilitas energi yang memasok kompleks industri militer Ukraina. “Target musuh adalah infrastruktur energi kami di seluruh Ukraina,” kata Presiden Volodymyr Zelenskiy.
Angkatan udara Ukraina mengatakan telah menghancurkan 104 dari 120 rudal yang masuk dan menembak jatuh 42 drone, sedangkan 41 lainnya hilang dari radar.
Sementara itu, pihak berwenang setempat melaporkan setidaknya tujuh orang tewas, di wilayah Lviv, Mykolaiv, Odesa dan Dnipropetrovsk.
Wakil Perdana Menteri Moldova Mihai Popsoi mengatakan rudal dan drone Rusia telah melanggar wilayah udara Moldova selama serangan itu. Polandia, anggota NATO, yang juga berbatasan dengan Ukraina, mengatakan pihaknya telah mengerahkan angkatan udaranya sebagai tindakan pencegahan.
Rusia terakhir kali melancarkan serangan besar-besaran di Kyiv pada 26 Agustus, ketika para pejabat mengatakan pihaknya telah menembakkan lebih dari 200 drone dan rudal ke sasaran di seluruh Ukraina.
Serangan terbarunya menambah tekanan lebih besar pada Ukraina ketika pasukan Moskow mencapai kemajuan tercepat di medan perang di timur sejak 2022 dalam upaya mereka untuk merebut seluruh wilayah industri Donbas.
Sementara itu, pasukan Ukraina berusaha menguasai wilayah yang mereka rebut di wilayah Kursk, Rusia pada bulan Agustus, sesuatu yang menurut Kyiv suatu hari nanti bisa menjadi alat tawar-menawar.
Sybiha mengatakan serangan itu tampaknya merupakan tanggapan sebenarnya Moskow terhadap para pemimpin yang menghubungi Presiden Vladimir Putin, sebuah pukulan telak terhadap Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang menelepon pemimpin Rusia tersebut pada hari Jumat untuk pertama kalinya dalam dua tahun.
Meskipun Scholz mendesak Putin untuk menarik pasukannya, yang menduduki seperlima wilayah Ukraina, Kyiv mengekang seruan yang dikatakannya mengurangi isolasi Putin.
Perdana Menteri Polandia Donald Tusk juga mengatakan senada dengan Sybiha. Menurutnya, serangan Rusia itu adalah salah satu yang terbesar dalam perang ini.
"Hal tersebut telah membuktikan bahwa diplomasi telepon tidak dapat menggantikan dukungan nyata dari seluruh Barat untuk Ukraina. Minggu-minggu berikutnya akan menentukan, tidak hanya untuk perang itu sendiri, tapi juga untuk masa depan kita," ujar Tusk.