Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengizinkan Ukraina menggunakan senjata buatan AS berupa rudal jarak jauh untuk menyerang wilayah Rusia yang .
Mengutip Reuters pada Senin (18/11/2024) hal tersebut diketahui dari dua pejabat AS dan seorang sumber yang mengetahui keputusan tersebut, yang mereka ungkapkan pada Minggu waktu setempat (17/11).
Sumber tersebut menuturkan bahwa Ukraina berencana untuk melakukan serangan jarak jauh pertamanya dalam beberapa hari mendatang. Mereka tidak mengungkapkan rincian lebih lanjut karena masalah keamanan operasional.
Terlebih, pada pidato Minggu malam (17/11) Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga menyatakan bahwa misil tersebut akan "berbicara sendiri".
Dia juga menegaskan bahwa serangan tidak dilakukan dengan kata-kata dan hal-hal semacam itu tidak diumumkan.
Meski demikian, dia mengakui bahwa telah mendapat persetujuan, sesuai yang dituliskan dari media massa.
Baca Juga
"Hari ini, banyak media yang mengatakan bahwa kami telah mendapat izin untuk mengambil tindakan yang tepat," tuturnya.
Menurut sumber, serangan mendalam pertama Ukraina kemungkinan akan dilakukan menggunakan roket ATACMS, yang memiliki jangkauan hingga 306 km.
Sementara beberapa pejabat AS meragukan bahwa mengizinkan serangan jarak jauh akan mengubah arah keseluruhan perang, keputusan ini dapat membantu Ukraina saat pasukan Rusia sedang meraih kemajuan.
Langkah ini juga berpotensi menempatkan Ukraina dalam posisi negosiasi yang lebih kuat jika pembicaraan gencatan senjata terjadi.
Telah Dibicarakan Jauh-Jauh Hari
Langkah ini juga diambil dua bulan sebelum Presiden terpilih Donald Trump dilantik pada 20 Januari 2025 dan menyusul permohonan selama berbulan-bulan oleh Zelensky, yakni mengizinkan militer Ukraina menggunakan senjata AS untuk menyerang target militer Rusia yang jauh dari perbatasannya.
Menurut seorang pejabat AS dan sumber yang mengetahui keputusan ini, perubahan kebijakan ini sebagian besar didorong oleh keputusan Rusia mengerahkan pasukan darat Korea Utara untuk memperkuat pasukannya sendiri. Hal ini memicu kekhawatiran di AS dan Ukraina.
Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS kemudian menolak untuk berkomentar.
Rusia belum memberikan tanggapan langsung, tetapi sebelumnya telah memperingatkan bahwa pelonggaran batasan penggunaan senjata AS oleh Ukraina akan dianggap sebagai eskalasi besar.