Bisnis.com, JAKARTA – Penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim COP29 mengubah wajah kota terbesar di Azerbaijan, Baku, demi menyambut lebih dari 50.000 pengunjung yang datang untuk menghadiri perhelatan tersebut.
Mengutip Bloomberg pada Sabtu (16/11/2024) Baku sebenarnya memiliki masalah seperti kebanyakan ibu kota lainnya, seperti problem lalu lintas yang kronis. Namun permasalahan ini tidak terlihat pada minggu ini.
Contohnya saja, hal ini terlihat dengan Limusin Mercedes-Benz yang membawa para menteri dan bus listrik mengangkut delegasi di sepanjang jalan raya yang hampir kosong sejauh 11 kilometer dari hotel di pusat kota ke lokasi hanya dalam beberapa menit.
Padahal, terdapat kemacetan yang lalu lintas yang terjadi terus menerus. Jalanan yang biasanya ramai dikunjungi pekerja dan pembeli kini nyaris lenggang. Penjual buah dan sayuran telah menghilang pada awal November, orang-orang menganggur yang berkumpul juga telah lenyap termasuk para pengemis di Baku.
Lebih lagi, dilakukan juga renovasi besar-besaran untuk memperbaiki jalan-jalan utama, mengecat ulang, hingga memperbarui taman umum.
Bahkan, beberapa hari sebelum perhelatan dimulai, di pinggiran kota terdapat sebuah pasar darurat di luar ruangan yang cukup populer di kalangan masyarakat miskin dihancurkan dalam semalam. Para vendor diberitahu bahwa mereka akan membuka kembali stan mereka, setelah acara selama dua minggu tersebut selesai.
Baca Juga
Berdampak bagi Masyarakat
Pemimpin Azerbaijan, Presiden Ilham Aliyev sempat menggambarkan pendapatan eskpor yang diperoleh dari bahan fosil merupakan “hadiah dari Tuhan” dalam pidato pembukaan COP 29 dapat membantu mengangkat jutaan orang keluar dari kemiskinan.
Pasalnya, Azerbaijan adalah produsen minyak terbesar ketiga di bekas Uni Soviet setelah Rusia dan Kazakhstan. Meskipun produksi mengalami penurunan tajam setelah menyentuh puncak 1 juta barel pada 2010, produksi gas alam masih terus meningkat seiring dengan bahan bakar yang digunakan, dan disalurkan ke Turki, Georgia dan Eropa.
Meski demikian, hidup nyatanya masih sulit bagi banyak orang. Gaji bulanan rerata sedikit di atas US$235 atau sebesar Rp3,7 juta.
Adapun, ‘pembersihan’ yang dilakukan pada perhelatan ini menimbulkan kesulitan besar bagi pedagang kaki lima yang telah kehilangan pekerjaannya sejak November 2024.
Farid merupakan salah satu contohnya, Ia mencari nafkah dengan berjualan buah-buahan dan sayur-sayuran di dekat stasiun metro, tak jauh dari pusat kota. Ia bahkan berpendapat bahwa sang pembuat kebijakan tak peduli dengan mereka.
“Mereka tidak peduli dengan kami,” jelas Farid, yang juga meminta agar nama lengkapnya tidak dipublikasikan karena takut akan pembalasan.
Di lain sisi, menjadi tuan rumah pertemuan puncak ini memberikan hal-hal yang baik pada beberapa bisnis.
Hampir 17.500 kamar hotel di Baku dipesan beberapa minggu sebelum acara dimulai, harga tarif hotel yang melonjak, bahkan memesan restoran juga menjadi lebih sulit karena melonjaknya permintaan pengunjung.