Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bila Tak Jadi Gabung Brics, RI Tetap Bisa Berperan Aktif di Pentas Dunia?

Indonesia akan memainkan peranan aktif di pentas dunia bila bergabung Brics. Bagaimana bila Indonesia memilih sebaliknya?
Para pemimpin negara-negara BRICS+ berfoto dalam KTT BRICS di Kazan, Rusia pada Kamis (24/10/2024). / Pool via Reuters-Maxim Shipenkov
Para pemimpin negara-negara BRICS+ berfoto dalam KTT BRICS di Kazan, Rusia pada Kamis (24/10/2024). / Pool via Reuters-Maxim Shipenkov

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia diperkirakan akan mampu memainkan peranan aktif di pentas dunia bila bergabung dengan organisasi Brics.

Lantas, bagaimana bila Indonesia memilih jalan sebaliknya atau tidak bergabung dengan kelompok negara yang diinisiasi Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan itu?

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri mengatakan Indonesia sudah mempunyai berbagai wadah yang cukup kuat dan bisa dipergunakan untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara anggota Brics, secara bilateral.

Selain itu, Indonesia juga memiliki platform lain yang sudah dipergunakan selama ini, untuk mendorong kepentingan negeri ini seperti forum G20.  Di forum itu, dia menilai Indonesia memaksimalkan mendorong berbagai kepentingan Indonesia.

Oleh karena itu, dia mempertanyakan mengapa Indonesia harus bergabung pula ke dalam Brics. Tanpa bergabung dalam organisasi Brics pun, jelasnya, Indonesia mampu memainkan peran aktif dalam pentas dunia.

“Kelihatannya malah cukup dan kita mungkin lebih perlu untuk memfokuskan diri serta meningkatkan kinerja kita agar berbagai forum-forum tersebut memang bisa membawa manfaat yang lebih tinggi lagi kepada kita,” ujarnya dalam siaran Broadcash di kanal YouTube Bisniscom.

Yose Rizal Damuri mengakui bahwa ada sebagian pihak yang menyebut Brics sebagai ‘global south’. Namun, dia mengatakan sebenarnya Indonesia pun dari dulu sudah berusaha memperkuat global south ini.

Indonesia, katanya, punya wadah yang bernama kerja sama ‘Selatan-Selatan’ atau South-South Cooperation, lalu ada juga Konferensi Asia-Afrika (KAA). Karena itu, tuturnya, berbagai forum-forum patut didorong, bukan malah ikut-ikutan misalkan dengan bergabung ke dalam suatu kelompok yang terbilang baru.

“Kenapa kita tidak mengefektifkan berbagai forum, berbagai platform yang kita sudah punya. Tahun depan misalnya, ada perayaan 70 tahun Asia-Afrika. Ini merupakan momen yang penting buat Indonesia kalau kita memang ingin membuat South-South Cooperation yang lebih kuat lagi  dibandingkan dengan hanya mengambil berbagai narasi yang dibentuk oleh pihak-pihak lain.  Seperti narasi yang dibentuk oleh BRICS sekarang ini. Kita bisa membawa narasi yang memang sesuai dengan keinginan kita,” ujarnya.

Indonesia pun menurutnya bisa membawa juga narasi yang menjadi jembatan bagi perdamaian dunia mengingat saat ini terjadi banyak konflik di berbagai belahan dunia, terutama antara negara maju seperti  G7, dengan negara-negara yang membawa narasi serta aspirasi yang berbeda.

G20, ucapnya, sebenarnya itu bisa menjadi forum untuk membawa misi perdamaian itu asalkan Indonesia memang menjadi lebih aktif lagi di kelompok ini, di samping Indonesia bisa membawa forum-forum sendiri seperti KAA.

Bergabung menjadi anggota Brics menurutnya bisa membuat Indonesia menjadi tidak fokus dengan berbagai platform yang sudah dimiliki selama ini. Padahal wadah-wadah tersebut berpotensi untuk dikembangkan.

“Jadinya malah nanti karena memang seperti tadi saya katakan bahwa Brics itu lebih didominasi dengan suara-suara counter narrative yang mungkin kurang produktif pada saat ini. Kita membutuhkan pemikiran, membutuhkan tenaga yang sebenarnya mungkin kita bisa bawa ke tingkatan internasional itu dari berbagai forum yang memang kita sudah punyai,” terangnya.

Jikalau pun Indonesia menjadi anggota Brics, tentunya harus tetap mempertahankan karakteristik bebas aktif dengan tidak terlalu membawa counter narrative karena yang lebih penting bagi Indonesia adalah mendorong reformasi tatanan dunia yang berkeadilan.

“Kita mendorong reformasi dari berbagai tatanan dunia yang ada. Memang kita harus akui bahwa tatanan dunia itu perlu melakukan perubahan-perubahan. Tetapi ini tidak akan bisa produktif kalau kita hanya mengikuti berbagai narasi yang sifatnya sangat bertentangan,” ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper