Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China-Taiwan Tegang, Asean Diminta Waspada

Para pakar mengimbau Asean mengambil langkah-langkah penting dalam menghadapi memanasnya situasi di Selat Taiwan.
Ilustrasi bendera nasional China dan Taiwan ditampilkan di samping pesawat militer./ REUTERS/Dado Ruvic
Ilustrasi bendera nasional China dan Taiwan ditampilkan di samping pesawat militer./ REUTERS/Dado Ruvic

Bisnis.com, JAKARTA- Akademisi memandang isu ketegangan antara China dan Taiwan sebagai isu yang relevan dan sangat berkaitan bagi kepentingan nasional Indonesia dan negara-negara Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Asean).

Para pakar mengimbau Asean mengambil langkah-langkah penting dalam menghadapi memanasnya situasi di Selat Taiwan, akibat meningkatnya sikap asertif China, termasuk peningkatan aktivitas militer negara itu di kawasan ini dalam beberapa tahun terakhir ini.

Kesimpulan di atas merupakan garis besar dari diskusi akademik yang berlangsung di Kampus Pasca Sarjana Universitas Paramadina, yang terselenggara sebagai buah kerja sama Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dan Forum Sinologi Indonesia (FSI), di Jakart, Senin (5/8/2024).

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut akademisi Indonesia yang berbasis di Australia dan Taiwan, Ratih Kabinawa, Ph.D, dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, Ph.D, dan dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Muhamad Iksan, S.E., M.M. Bertindak sebagai moderator dalam diskusi itu Ristian Atriandi Supriyanto, M.Sc, dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, yang juga peneliti mitra pada FSI.

Dalam paparannya, Ratih Kabinawa menyebut kasus penangkapan perahu nelayan Taiwan oleh Penjaga Pantai China sebagai salah satu contoh nyata bahwa ketegangan antara China dan Taiwan merupakan sebuah hal yang patut dicermati oleh Indonesia dan negara-negara Asean lainnya.

“Tiga dari awak perahu nelayan tersebut adalah orang Indonesia. Ini membuat Indonesia harus berkomunikasi, baik dengan pihak China maupun Taiwan untuk menjamin keselamatan mereka,” tuturnya.

Selain itu, Ratih juga mengungkapkan bahwa ketegangan antara China dan Taiwan di Selat Taiwan akan berdampak yang cukup serius bagi negara-negara Asean. Pada satu sisi memanasnya situasi di Selat Taiwan akan membuka pintu bagi kompetisi superpower, yang tentunya akan berdampak hingga tataran tertentu pada kawasan Asia Tenggara.

Pada sisi lain, bila konflik di wilayah di atas meletus, sangat mungkin terjadi kubu-kubu di Asean. Kamboja, Laos, Myanmar mungkin akan mendukung China, sedangkan Vietnam dan Filipina kemungkinan akan menentang China, sedangkan Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand masih tanda tanya.

Sementara pada sisi ekonomi, Ratih menekankan pentingnya pemerintah negara-negara Asean memikirkan apa yang akan mereka lakukan terhadap 700.000 warga Asean yang saat ini bekerja atau belajar di Taiwan. Sebagai catatan, 300.000 di antara migran tersebut berasal dari Indonesia.

Itulah sebabnya, Ratih menganggap sangat penting bagi negara-negara Asean untuk mengambil langkah lebih lanjut demi memastikan stabilitas di kawasan Selat Taiwan. Menurut Ratih, dialog dialog track dua, yang bukan hanya melibatkan pejabat pemerintahan, tetapi juga akademisi dan komunitas epistemik, penting untuk digalangkan.

Senada, Broto Wardoyo menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus uptodate dan memahami situasi terkini terkait ketegangan antara China dan Taiwan. Menurutnya, pemahaman ini dibutuhkan agar pemerintah bisa cepat tanggap dalam mengamankan warga negara Indonesia di Taiwan.

Menurut Broto, kemampuan pemerintah Indonesia untuk cepat tanggap ini penting diasah karena situasi di Selat Taiwan maupun Laut China Selatan makin sulit diprediksi. “China sekarang sudah semakin asertif, atau bahkan agresif di Selat Taiwan dan Laut China Selatan,” tuturnya.

“Berbeda dengan era sebelum Xi Jinping, sekarang makin sulit memahami kapan China memberikan lampu hikau, lampu kuning, atau lampu merah,” tandasnya.

Sementara itu, dalam keterangannya, Ketua FSI Johanes Herlijanto kembali menekankan pentingnya ASEAN menyuarakan keprihatinan mereka. Dia memuji pernyataan Menteri Luar Negeri tentang perkembangan lintas Selat pada Agustus 2022, yang menyerukan semua pihak untuk menahan diri secara maksimal dan menahan diri dari tindakan provokatif.

Namun menurut Johanes, seruan seruan semacam itu, yang menentang penggunaan kekerasan militer dalam mengatasi persoalan antara China dan Taiwan, perlu untuk terus untuk suarakan secara lebih keras dan konsisten.

Selain itu, dia juga berpandangan bahwa setiap negara ASEAN harus mendukung ASEAN dengan secara individual menunjukkan penolakannya yang tegas terhadap pihak mana pun yang cenderung meningkatkan ketegangan, terutama dengan melakukan manuver militer yang agresif.

“Jadi baik ASEAN sebagai sebuah organisasi, maupun masing masing negara-negara ASEAN secara terpisah, perlu untuk secara konsisten menyuarakan penolakan penggunaan kekuatan militer untuk menyelesaikan isu antara China dan Taiwan,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper