Bisnis.com, JAKARTA - Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) Polri mengungkap kasus laboratorium ganja hidroponik dan ekstasi di Bali milik jaringan Hydra.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada menyampaikan dalam kasus ini pihaknya telah menetapkan tiga tersangka berinisial IV, MV dan KK. Adapun, dua orang berinisal RN dan OK menjadi DPO.
"Tersangka 3 WNA berinisial IV dan MW, berperan sebagai pembuat dan pemilik lab, serta KK berperan memasarkan," ujar Wahyu kepada wartawan, Senin (13/5/2024).
Dalam kasus ini, Bareskrim telah menyita alat cetak ekstasi, hidroponik ganja 9,7 kg, mephedrone 437 gram hingga bahan kimia dan sejumlah peralatan pembuatan narkotika.
Kemudian, Wahyu menyampaikan pengungkapan ini berawal pada pengembangan kasus sebelumnya yaitu laboratorium sunter dari sindikat Fredy Pratama. Kala itu, DPO yang kini telah ditangkap, LM melarikan diri ke Bali.
Selanjutnya, usai dilakukan penyelidikan, terdapat satu lab terselubung yang melibatkan empat orang WNA Ukraina, yakni IV, MV, RN dan OK. Adapun, lab ini juga melibatkan warga negara Rusia KK dan LM.
Baca Juga
"Ditemukan alat cwtak ekstasi dan beberapa peralatan clandestine lab, dengan berbagai jebis bahan kimia untuk membuat narkoba jenis mephedtone total 520,032 kilogram. Selain itu, ditemukan juga lab terkait hidroponik ganja," tambah Wahyu.
Berdasarkan pendalaman kepolisian, tersangka mengaku vahwa bahan dan peralatan dipesan dari China melalui Ali Baba dan Ali Express. Sementara, bibit ganja berasal dari Rumania.
Dalam pengolahan ganja hidroponik ini telah dilakukan secara modern dan sistematis. Misalnya,dengan menggunakan lampu UV, alat pengukur PU, pemberian air dan oksigen diklaim ganja yang dihasilkan berkualitas baik.
"Modus operandi pemasarannya menggunakan jaringan Hydra Indonesia, jntuk memasarkan tanua hidroponik dan mephedrone melalui aplikasi telegram bot. Beberapa grup telegram tersebut yakni Bali Hydra Boy, Cannashop Robot, Bali Cristal Bot, Hydra Indonesia Manager dan Mwntor Cannashop," pungkasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka terancam dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 113 Ayat (2) Pasal 112 ayat (2) subsidet Pasal 129 Huruf A dan Pasal 111 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (1) UU RI No.35/2009 tentang narkotika. Ancamannya, maksimal hukuman mati dan denda Rp10 miliar.
Di samping itu, Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa menyampaikan bahwa lab terselubung Hydra ini belum diketahui keterkaitannya dengan jaringan Fredy Pratama.
"Masih kita dalami keterkaitan dengan jaringan FP," ujarnya saat dihubungi.