Bisnis.com, JAKARTA - Antusiasme rakyat Niger untuk menjadi sukarelawan guna menghadapi ancaman intervensi militer dari Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) cukup tinggi.
Pendukung Junta Militer Niger bahkan terpaksa menghentikan pendaftaran sukarelawan sipil untuk peran non-militer pada Sabtu (19/8/2023) akibat jumlah pendaftar yang mencapai ribuan.
Berkumpul di luar stadion di ibu kota Niamey beberapa jam sebelum dimulainya pendaftaran, ribuan orang yang hadir menandai dukungan kuat beberapa kepada junta, yang menentang tekanan internasional usai kudeta terhadap Presiden Mohamed Bazoum pada 26 Juli 2023 lalu.
“Dalam perhitungan dan pemahaman kami, kami tidak pernah berpikir kami dapat memobilisasi [sejumlah orang ini],” kata Younoussa Hima, salah satu penyelenggara inisiatif “Mobilisasi Kaum Muda untuk Tanah Air” sebagaimana dikutip dari Reuters, Minggu (20/8/2023).
Menurutnya, penghentian ini dilakukan karena animo yang terlampau tinggi. Penyelenggara gerakan ini mengatakan bahwa mereka tidak bermaksud mendaftarkan sukarelawan untuk tentara, melainkan untuk mengumpulkan daftar orang yang bersedia menyediakan keterampilan sipil mereka jika terjadi serangan ECOWAS.
Tetapi, banyak orang di sekitar stadion tampak bersemangat untuk bertarung.
Baca Juga
Sementara itu, ECOWAS pada Jumat mengatakan telah menyetujui waktu yang masih dirahasiakan untuk kemungkinan intervensi militer jika upaya diplomatik gagal.
Delegasi ECOWAS terbang ke Niamey pada hari Sabtu untuk mengadakan pembicaraan dengan junta, menunjukkan bahwa upaya untuk menyelesaikan kebuntuan secara damai masih berlangsung.
Sulit untuk menilai tingkat dukungan untuk junta di seluruh Niger, tetapi ribuan orang menghadiri rapat umum sebelumnya pada 11 Agustus dan memuji janji para pemimpin kudeta untuk melawan blok tersebut.
Kader Haliou yang berusia 35 tahun mengatakan patriotisme bukan satu-satunya motivasi bagi mereka yang ingin membantu junta.
“Kebanyakan anak muda yang datang adalah pengangguran. Mendaftar itu adalah berkah bagi kami karena minimnya pekerjaan,” ujarnya.
Kudeta dan sanksi internasional telah memberikan tekanan ekstra pada ekonomi Niger yang kesulitan, sebagai salah satu negara terbelakang di dunia dengan lebih dari 40% populasinya hidup dalam kemiskinan ekstrem menurut Bank Dunia.