Wakil Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos mengungkap sejumlah faktor yang mempengaruhi kondisi kebebasan beragama di Indonesia pada tahun 2023.
Pertama, pengesahan KUHP pada Desember 2022 akan berdampak terhadap KBB, mengingat undang-undang itu masih mengedepankan perlindungan terhadap agama atau kepercayaan.
Lebih lanjut, sejak pemerintahan era Joko Widodo (Jokowi), pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia terlihat berubah dari tahun sebelumnya.
Kementerian Agama (Kemenag) RI sebagai salah satu faktor dan akomodasi yang berperan menurunkan kelompok intoleran di Indonesia.
Bonar menjelaskan, bahwa pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ada ruang bagi kelompok intoleran di Indonesia.
Menurutnya, pada era Lukman Hakim menjabat menteri agama, kondisi kebebasan beragama di Indonesia berubah. Kelompok intoleran maupun toleran duduk bersama, dan sejak itu ada perbaikan.
Dikatakan, puncak intoleransi di Indonesia terjadi pada saat Pemilihan Gubernur (Pligub) Jakarta tahun 2016-2017.
"Inisiasi dari masyarakat sipil aktif di mana-mana, bukan hanya di media sosial, tapi juga aktif melakukan pertemuan," lanjutnya.
Dia mengapresiasi Ridwan Kamil menjadi Gubernur Jabar, dan membandingkan dengan gubernur sebelumnya.
"Apresiasi Ridwan Kamil, dibandingkan Ahmad Heryawan, Ridwan Kamil cukup berbuat dan juga menunjukkan komitmen," katanya.
Selanjutnya, partai politik (parpol) di Indonesia banyak yang mengklaim sebagai kelompok yang memadukan nasionalis dengan agama.
Tapi, sesungguhnya parpol kehilangan dukungan masyarakat, dan paling gampang adalah memadukan dengan isu agama, tambahnya.