Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Diminta Stabilkan Harga Bahan Pokok, Ini Alasannya

Presiden Jokowi didesak menstabilkan harga kebutuhan pokok untuk menumbuhkan lagi kepuasan dan kepercayaan publik ke Pemerintah Pusat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan pada Konferensi Ekonomi Kreatif Dunia (WCCE) ke-3 di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/10). (Tangkapan layar ANTARA/Indra Arief)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan pada Konferensi Ekonomi Kreatif Dunia (WCCE) ke-3 di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/10). (Tangkapan layar ANTARA/Indra Arief)

Bisnis.com, JAKARTA--Presiden Jokowi didesak menstabilkan harga kebutuhan pokok untuk menumbuhkan lagi kepuasan dan kepercayaan publik ke Pemerintah Pusat.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, meskipun hasil survei litbang Kompas terhadap Presiden Jokowi menurun drastis pada bidang penegakan hukum dan ekonomi, namun hal tersebut masih bisa diperbaiki oleh pemerintah.

Dalam survei tersebut, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf secara keseluruhan pada periode Oktober 2022 adalah 62,1 persen. Angka tersebut turun 5 persen dibanding survei Juni 2022 atau turun 11,8 persen dibanding survei Januari 2022.

"Menurut saya Pemerintah Pusat harus fokus mengendalikan harga supaya tidak naik, tetap stabil. Tentu menjaga tingkat inflasi tetap terkendali," tuturnya, Selasa (25/10).

Selain itu, menurut Trubus, Pemerintah juga harus fokus pada ketersediaan dan pemerataan pangan di tengah ancaman krisis pangan global. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah antisipasi terjadinya penyelewengan pangan oleh oknum tertentu.

"Jadi pangan itu harus dibuat sedemikian rupa ketersediaannya karena prediksi krisis pangan akan terjadi. Pemerintah sekarang harus fokus pada kementerian-kementerian yang langsung berurusan dengan pangan. Itu harus kolaborasi, koordinasi. Jangan ego sektoral lagi," katanya.

Menurutnya, Pemerintah juga harus fokus pada konsumsi rumah tangga dengan menjaga daya beli masyarakat dan keteraksesan komoditas pangan. 

Dia mengaku khawatir dengan kemiskinan ekstrim yang menunjukkan peningkatan.Dia mengatakan kemiskinan ekstrim bisa memicu ketidakpercayaan publik pada pemerintah. "Kemiskinan ekstrim ini akan menjadi momok bagi terjadinya publik distrust. Jadi saya khawatir itu," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper