Inisiatif Sejumlah Negara
Memang ada beberapa langkah nyata yang dapat diambil oleh Eropa. Hanya saja ada keengganan karena takut akan reaksi domestik. Belanda, misalnya, dapat memompa miliaran meter kubik gas alam ekstra ke seluruh Eropa dengan meningkatkan produksi di ladang gas di Groningen.
Namun, negara Kincir Angin itu masih berencana menghentikan seluruh operasi ladang gas tahun depan. Alasannya, karena risiko gempa bumi kecil di daerah sekitarnya dan beberapa penolakan dari para pencinta lingkungan.
Jerman juga dapat meningkatkan kapasitas memasok energi cukup dengan memperpanjang umur pembangkit listrik tenaga nuklir yang jaringannya akan mati pada akhir tahun.
Koalisi pemerintahan menyatakan sedang mempertimbangkan opsi tersebut, tetapi Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock, terus menolak langkah tersebut.
Hal ini sejalan dengan sikap Partai Hijau karena sebagian besar lahir dari gerakan anti-nuklir era Perang Dingin Jerman. Akan tetapi, dengan menghalangi solusi yang relatif mudah dan berisiko rendah untuk masalah besar yang dihadapi bangsa itu, langkah tersebut berisiko gagal.
Selain meningkatkan kapasitas produksi dengan segala cara yang mungkin, negara-negara Eropa tentu saja juga harus bekerja untuk membentuk kemitraan baru dengan pemasok di luar kawasan mereka. Apalagi, krisis gas global dan dampaknya tidak hanya terbatas di Eropa.
Oleh karena itu, Eropa harus berusaha menyatukan komunitas internasional untuk mengkoordinasikan pasokan global.
Sejarah Energi
Ketika dunia terakhir kali menghadapi krisis energi yang begitu besar, negara sekutu memiliki kendali yang signifikan atas pasokan minyak dunia. British Petroleum dan pendahulunya menguasai sebagian besar minyak Timur Tengah pada awal Perang Dunia II.
Inggris mendirikan Departemen Persaingan Energi dan Dewan Perminyakan yang menyatukan semua perusahaan energi negara sekutu. Dalam aliansi itu termasuk perusahaan AS sebelum tragedy Pearl Harbor yang membawa AS ke dalam konflik secara langsung. Tujuannya untuk mengkoordinasikan pasokan minyak untuk perang.
Saat ini, kepemilikan pasokan energi global jauh lebih beragam. Meski AS telah berjanji menggunakan perannya sebagai eksportir gas alam cair (LNG) untuk mendukung Eropa, namun kebakaran pada Juni lalu di pabrik pencairan utamanya di Freeport, Texas telah membuat kapasitas ekspor turun sekitar 17 persen.
Dengan demikian, mengatasi kekurangan gas global akan membutuhkan penyatuan pemain publik dan swasta utama dari seluruh dunia untuk mengembangkan strategi untuk musim dingin ini.
Peluangnya telah terlewatkan. Tidak ada kesepakatan signifikan tentang produksi gas yang dicapai pada pertemuan puncak G7 Juni baru-baru ini. Sedangkan KTT G20 November di Bali, Indonesia, tidak mungkin memberikan kemajuan besar karena Rusia tetap menjadi anggota.
Karena itu para pemimpin Eropa harus mencari forum lain untuk mencapai agenda ini. Konferensi Gastech mendatang di Milan pada awal September diperkirakan akan menjadi semacam forum pertemuan banyak CEO industri dan menteri energi dari seluruh dunia.
Sedangkan, KTT Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dimulai minggu berikutnya di New York dan dapat menjadi peluang untuk diplomasi energi, jika dipersiapkan mulai dari sekarang.
Waktu hampir habis bagi Eropa dan dunia untuk melindungi diri dari persenjataan pasokan gas Putin. Padahal, waktu terbaik untuk memulai sudah jelas telah berlalu, tetapi waktu terbaik berikutnya adalah sekarang juga.