Bisnis.com, JAKARTA--Para tokoh reformasi diharapkan muncul sebagai calon presiden (capres) yang akan maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 agar agenda pekerjaan rumah reformasi bisa dituntaskan.
Demikian terungkap dalam sebuah diskusi merayakan 24 Tahun Reformasi dan Hari Kebangkitan Nasional yang menampilkan pembicara tokoh reformasi 1998 Fahri Hamzah, Budiman Sudjatmiko, dan Ketua Umum Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Muhammad Ryano Panjaitan dengan keynote speech Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta.
"Bisakah kita berharap, bahwa tahun depan itu sekaligus para capres yang akan maju untuk Pemilu 24 itu datangnya dari tokoh-tokoh reformasi, untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum selesai," ujar Anis Matta dalam diskusi virtual tersebut, Kamis (26/5).
Dia mengatakan reformasi harus dituntaskan karena mimpi reformasi pada mulanya adalah menciptakan satu sintesa. Dalam sintesa itu demokrasi dan kesejahteraan bisa bertemu pada suatu titik, katanya.
Anis Matta mengatakan) cita-cita reformasi pada dasarnya adalah pintu gerbang untuk menciptakan kesejahteraan, bukan hanya demokrasi saja meskipun kedua-duanya bisa berdiri sendiri. Karena itulah para tokoh reformasi seharusnya tampil untuk menuntaskannya, katanya.
Dia mengatakan tokoh reformasi seperti Budiman Sudjatmiko dan Fahri Hamzah telah menumbangkan rezim Orde Baru dan melahirkan beberapa presiden. Namun, perubahan yang mereka ciptakan, ternyata tidak bisa dikontrol dan dikendalikan sesudahnya, oleh mereka sendiri.
Baca Juga
Sementara itu, Budiman Sujatmiko mengakui secara pribadi dirinya tidak punya ambisi perebutan kekuasaan atau kekuasaan eksekutif dan dia menyesali hal itu.
Mantan Anggota DPR dari PDIP itu mengatakan, penyesalan itu baru dia sadari sekarang ini, setelah 24 tahun reformasi, ternyata banyak agenda yang belum selesai dan tidak seusai dengan harapan seperti yang dicita-citakan reformasi.
"Jadi setelah 24 tahun reformasi, kita akan lebih menyesal lagi dari apa yang tidak bisa kita lakukan sekarang. Sehingga perlu dorongan lebih kuat lagi supaya menjelang 25 tahun reformasi, Indonesia punya lompatan yang lebih jauh lagi dalam pencapaian," katanya.
Sementara Wakil Ketua DPR Periode 2004-2019 Fahri Hamzah mengatakan, ia tidak terlalu memusingkan rasa penyesalan secara personal terhadap agenda reformasi yang belum selesai.
"Kita enggak boleh mengambil itu terlalu personal, tapi hanya sebagai sebuah kritik. Kita memang tidak memiliki sebuah desain tentang reformasi, tapi tahu-tahu mendadak kita masuk dalam revolusi perubahan itu," kata Fahri.
Reformasi ketika itu, kata Fahri Hamzah, hanya dibaca sebagai ekspresi rasa kebosanan dari rezim Soeharto yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun, yang menginginkan kebebasan dan kemapanan.