Najeela Shihab, pendiri Sekolah Cikal, menerangkan kata “Kemerdekaan” merupakan salah satu yang bisa menggambarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
“Yang penting dari kemerdakaan adalah murid bukan hanya menjadi duplikasi guru dan kebenaran dari guru.”
Tugas kita sebagai pendidik, lanjut Najeela, adalah menuntun tumbuh kembang anak sesuai kodrat pencapaiannya, bukan malah memaksa anak sesuai kemauan pendidik.
Dalam kesempatan yang sama, Sri Wahyaningsih, pendiri Sanggar Anak Alam Yogyakarta sepakat dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang kemerdekaan peserta didik. Namun, terdapat satu hal dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang harus digarisbawahi, yaitu tentang trisentris pendidikan.
“Trinsentris pendidikan, yakni keluarga, perguruan, dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dalam pendidikan,” jelas Wahya.
‘Pembunuhan’ Ki Hajar Dewantara
Meski begitu, pengamat pendidikan Jimmy Ph Paat menuturkan, pemikiran yang besar tak membuat Ki Hajar Dewantara diabadikan dalam sistem pendidikan nasional.
Dia menceritakan pengalamannya semasa menjadi mahasiswa aktif di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta pada 1975-1981. Selama Jimmy berkuliah, ia mengakui tidak ada kajian serius di kampusnya membahas pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Dia pun yakin bahwa dosen-dosennya pun tidak akrab dengan pemikiran pendiri Taman Siswa tersebut.
“Keluaran dosen saya yang dari B1 dan B2 Bandung seperti Conny Semiawan (eks Rektor IKIP 1984-1992) dan HAR Tilaar-Kepala Biro Pendidikan dan Kebudayaan Bappenas 1984-1991), selama saya berdiskusi dengan mereka sebenarnya mereka tidak pernah menyebut Ki Hajar Dewantara,” terang Jimmy dalam diskusi tersebut.
Hanya saja, kata eks Dosen UNJ itu, ketika 2014 HAR Tilaar menyadari ada pengabaian, sehingga dia menulis buku Ki Hajar dalam Bahasa Inggris berjudul ‘Sowing the Seed of Freedom’.
“Saya menyesal sekali sebelum itu dia pun melakukan pengabaian, sehingga dia semacam menebus dosa dan menulis dalam bahasa Inggris soal pemikiran Ki Hajar Dewantara,” tuturnya.
Dengan begitu, Jimmy berkesimpulan, jika pemikiran KI Hajar Dewantara bukan diabaikan, tapi ‘dibunuh’.
“Saya menyebut bukan pengabaian tapi pembunuhan pemikiran Ki Hajar Dewantara khususnya di lembaga pendidikan dan keguruan,” tegasnya.