Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menuturkan, kurikulum 2013 adalah kurikulum yang padat konten dan bermuatan sangat banyak, sehingga tidak bisa memberi kesempatan kepada peserta didik mendalami sesuatu dari kecenderungan bakat mereka.
Dengan Kurikulum Prototipe dimungkinkan ruang improvisasi guru diperlebar, sehingga guru dapat mengakselerasi dan mencari model terbaik dalam pembelajaran.
Kurikulum Prototipe ingin mengurangi konten. Hal ini supaya anak-anak lebih memahami tentang suatu hal lebih detail,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Selasa (28/12/2021).
Sebagai mitra strategis, Komisi X DPR RI mendukung terobosan-terobosan yang dilakukan Kemendikbudristek, khususnya dalam penanganan dampak pandemi.
“Semoga dengan opsi kurikulum prototipe, saya yakin akan ada transformasi pendidikan yang lebih cepat terlebih di masa pasca pandemi ini,” ujar Huda.
Dengan pembelajaran yang difokuskan pada materi-materi esensial, maka ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi. Dengan begitu, para siswa atau murid tidak tertinggal dalam kemampuan dasar tersebut.
Selain itu, sudah tidak ada lagi jurusan ilmu sosial (IPS), alam (IPA), dan bahasa di jenjang pendidikan SMA.
Siswa juga bebas dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan yang diminatinya. Hal ini didasarkan pada kurikulum prototipe yang mengedepankan pengembangan karakter dan kompetensi esensial siswa.
Berbeda dengan kurikulum 2013 yang mengenal istilah KI dan KD, pada Kurikulum Prototipe terdapat istilah Capaian Pembelajaran (CP). CP merupakan satu kesatuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berkelanjutan, sehingga membangun kompetensi yang utuh.