Patut dicatat, saat ini tenaga honorer di instansi pendidikan kurang lebih 750.000 pegawai, baik guru maupun non-guru.
Berdasarkan catatan P2G, fakta di lapangan upah guru honorer dan guru sekolah/madrasah swasta menengah ke bawah sangat rendah. Jauh di bawah UMP/UMK buruh.
Misalnya, UMK Buruh di Kabupaten Karawang 4,7 juta, namun upah guru honorer SD Negeri di sana hanya 1,2 juta.
UMP/UMK Sumatra Barat 2,4 juta/bulan, upah guru honorer jenjang SD negeri di Kabupaten 50 Kota dan Kabupaten Tanah Datar, 500-800 ribu/bulan. Di Kabupaten Aceh Timur 500 ribu/bulan bahkan ada yang 400 ribu.
Di Kabupaten Ende, guru honorer di SMK negeri 700-800 ribu/bulan. Di Kabupaten Blitar 400 ribu untuk honorer baru, yang tergolong lama Rp900 ribu, tergantung lama mengabdi.
Jadi, rata-rata upah di bawah 1 juta/bulan, bahkan tak sampai 500 ribu. Sudahlah kecil, upah pun diberi secara rapelan mengikuti keluarnya BOS. Padahal, mereka butuh makan dan pemenuhan kebutuhan pokok setiap hari. Upah bergantung kebijakan kepala sekolah dan jumlah murid atau rombongan belajar.
Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ada sekitar 1,1 juta guru honorer yang sudah diangkat menjadi ASN.
Akan tetapi, masih ada 121.954 guru honorer yang masih belum diangkat dan diharapkan direkrut menjadi ASN pada era pemerintahan mendatang.
Sayangnya, pada era Presiden Joko Widodo atau Jokowi, nyatanya guru-guru yang disebut Kategori 2 (K2) karena mengajar sejak 2025 tak mendapat jaminan diangkat jadi ASN. Honorer K2 tersebut justru mesti bertarung dengan fresh graduate dan guru swasta dalam seleksi PPPK.