Terlepas dari kekurangannya, COP26 telah menghasilkan sejumlah hasil positif yang penting. Setidaknya dunia internasional telah mengambil sikap beralih dari bahan bakar fosil sebagai sumber energi.
Sedangkan, target pemanasan global 1,5 derajat Celcius telah menjadi pusat perhatian. Ada pengakuan bahwa untuk mencapai target ini akan membutuhkan pengurangan emisi yang cepat dan berkelanjutan sebesar 45 persen pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2010.
Lebih jauh lagi, pakta tersebut menekankan pentingnya mitigasi alam dan ekosistem, termasuk melindungi hutan dan keanekaragaman hayati. Ini terjadi di atas kesepakatan sampingan yang dibuat oleh Australia dan 123 negara lain yang berjanji untuk mengakhiri deforestasi pada tahun 2030.
Pakta tersebut juga mendesak negara anggota untuk sepenuhnya memenuhi janji luar biasa untuk menyumbang US$100 miliar per tahun selama lima tahun ke negara-negara berkembang yang rentan terhadap kerusakan iklim.
COP26 juga menekankan pentingnya transparansi dalam mengimplementasikan kesepakatan.
Negara-negara juga diundang untuk meninjau kembali dan memperkuat target 2030 yang diperlukan untuk menyelaraskan dengan target suhu berdasarkan Perjanjian Paris pada akhir 2022.
Untuk mendukung hal itu, juga telah disepakati untuk mengadakan pertemuan meja bundar tingkat tinggi atau tingkat menteri setiap tahun yang berfokus pada pencapaian target iklim 2030.
Meskipun dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai target 1,5 derajat Celcius, namun Hales dan Mackey sependapat bahwa momentum menuju ke arah yang benar untuk pengurangan penggunaan batu bara secara langsung telah dimasukkan dalam perubahan teks pada akhir kesepakatan.