Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan ekspor benih lobster di era KKP dipimpin Edhy Prabowo diduga untuk menguntungkan para eksportir.
Terkait hal itu, KPK akan mendalami alasan dibukanya kuota ekspor benih lobster (benur).
Seperti diketahui, kebijakan tersebut berujung terungkapnya dugaan suap pengurusan ekspor benur yang membuat mantan menteri KKP tersebut ditahan.
Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami kebijakan tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) membuka kuota ekspor benih lobster (benur) yang diduga untuk memberikan keuntungan bagi para eksportir.
Untuk mendalaminya, KPK pada Selasa (23/2) memeriksa Kepala Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja sebagai saksi.
"Didalami pengetahuannya terkait kebijakan tersangka EP selaku Menteri KP yang membuka kuota ekspor benur bagi para eksportir yang diduga memberikan keuntungan bagi para pihak eksportir yang telah memberikan sejumlah uang kepada tersangka EP melalui perantaraan tersangka AM (Amiril Mukminin)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Baca Juga
Selain Sjarief, KPK memanggil lima saksi untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan.
Para saksi tersebut yakni seorang PNS bernama Gellwynn DH Yusuf, Alvin Nugraha selaku notaris, Lutpi Ginanjar selaku mahasiswa, karyawan swasta Badriyah Lestari, dan Pimpinan BNI Cabang Cibinong, Kabupaten Bogor Alex Wijaya.
Saksi Gellwynn dikonfirmasi terkait dugaan penggunaan kartu kredit bank milik saksi oleh istri tersangka Edhy, yaitu Iis Rosita Dewi untuk berbelanja barang mewah di Amerika Serikat (AS).
"Saksi Alvin Nugraha, pada yang bersangkutan dilakukan penyitaan berbagai dokumen kepemilikan tanah di wilayah Sukabumi, Jawa Barat yang diduga milik tersangka EP," ucap Ali.
Kemudian dalam pemeriksaan saksi Lutpi, penyidik menyita berbagai dokumen perusahaan milik PT Aero Citra Cargo (ACK) yang terkait dengan perkara.
"Badriyah Lestari, didalami pengetahuannya terkait dugaan penggunaan rekening bank milik saksi untuk pembelian berbagai barang dari PT ACK," ungkap Ali.
Selanjutnya, saksi Alex Wijaya dikonfirmasi terkait pembukuan rekening bank tersangka Andreau Misanta Pribadi (AMP).
KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima suap, yaitu Edhy, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT ACK Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.
Sedangkan tersangka pemberi suap yakni Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito, saat ini berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri atas 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy.