Bisnis.com, BANDUNG - Mantan Pjs Direktur Utama PD Pasar Bermartabat Andri Salman didakwa telah menggelapkan aset PD Pasar Bermartabat sebesar Rp 2,5 miliar. Andri diancam hukuman pidana 15 tahun penjara.
Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (4/12). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jabar Gani Alamsyah menyatakan Andri terbukti melakukan tindak pidana korupsi aset perusahaan. Andri diduga menggunakan dana aset perusahaan sebesar Rp 2,5 miliar untuk menjalankan bisnis garam.
"Telah menggelapkan uang dan surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil dan digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut," kata JPU Kejati Jabar Gani Alamsyah.
Jaksa merunut, Andri sejak 2017 duduk di jajaran direksi PD Pasar Bermartabat. Sejak itu Andri menjabat sebagai Direktur Umum, Administrasi dan Keuangan yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran BUMD Kota Bandung tersebut.
Dengan kewenangan yang dimiliki, terdakwa lalu meminta bendahara untuk menyimpan seluruh bilyet deposito senilai Rp 2,5 miliar ke berangkas milik terdakwa dengan alasan untuk memudahkan pengelolaan.
Setelah deposito disimpan di berangkas terdakwa, diduga Andri mulai berniat untuk menggulirkan uang tersebut untuk berbisnis garam. Terlebih Kota Bandung saat itu mengalami krisis garam.
Andri diduga menjalankan praktik penggelapan dana ini dengan menggandeng PT Fast Media Internusa dalam melakukan pengadaan garam yang akan diberi nama "Garam Juara".
"Untuk mendapatkan modal awal, terdakwa mengambil bilyet depositu senilai Rp 2,5 miliar yang ada dalam penguasaan terdakwa," jelas JPU.
Lalu bilyet deposito itu diserahkan ke Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah (BPRS HIK) Parahyangan Bandung sebagai jaminan pembiayaan untuk pembelian garam.
Setelah itu, BPRS HIK melakukan pencairan pembayaran kepada PT Fast Media Internusa sebesar Rp 2,4 miliar dalam dua tahap.
Tahap pertama pada 26 April 2017 sebesar Rp 1,4 miliar dengan perincian Rp 1,1 miliar untuk pembelian garam 400 ton, dan Rp 300 juta untuk rekening PT Fast Media Internusa.
Selanjutnya pencairan tahap kedua dilakukan pada 10 Mei 2017 sebesar Rp1 miliar masuk lagi ke dalam rekening PT Fast Media Internusa. Sehingga total uang di dalam rekening perusahaan tersebut Rp1,4 miliar.
"Akan tetapi, token, password dan username rekening perusahaan itu berada dalam penguasaan terdakwa. Sehingga PT Fast Media Internusa tidak bisa melakukan transaksi perbankan apapun terhadap rekening itu. Dengan menguasai token, password dan username tersebut, terdakwa dengan leluasa menggunakan uang untuk kepentingan lain," kata JPU.
Selanjutnya Andri menggunakan uang senilai Rp1,4 miliar yang ada di rekening perusahaan PT Fast Media Internusa itu untuk pengadaan kendaraan operasional direksi PD Pasar senilai Rp 300 juta, kebutuhan operasional Direktur Utama dan Direktur Operasional PD Pasar senilai Rp250 juta sedangkan sisanya sebagian digunakan untuk pembayaran utang PT Fast Media Internusa ke BPRS HIK dan untuk operasional gudang garam dan distribusi garam.
Sementara uang Rp1,1 miliar untuk membeli garam tak sesuai dengan permintaan awal sebanyak 400 ton. Menurut jaksa, garam yang disediakan hanya sebanyak 107 ton.
"Setelah mengetahui ternyata yang dikirim hanya 107 ton, kemudian garam itu oleh terdakwa dijual ke pasar-pasar di Kota Bandung dengan hasil penjualan Rp536 juta dan uang keuntungan tetap dalam penguasaan terdakwa," tuturnya.
Jaksa menjerat Andri dengan pidana sesuai Pasal 8 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.
Usai persidangan, Andri enggan mengomentari dakwaan yang dibacakan JPU. Namun ia memastikan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa.
"Saya akan mengajukan eksepsi di sidang selanjutnya," kata Andri singkat.