Bisnis.com, JAKARTA - Grup Riset DBS merilis studi ekonomi terbaru mengenai prospek pertumbuhan Thailand jelang pelaksanaan pemilihan umum 24 Maret mendatang.
Pemilu pada Maret nanti adalah pertama kalinya Thailand menyelenggarakan pesta demokrasi sejak rezim sipil yang dipimpin Perdana Menteri Yingluck Shinawatra digulingkan oleh junta militer pada 2014.
DBS memperkirakan sipil akan kembali mengambil alih pemerintahan meski bakal menghadapi tantangan besar dari sejumlah aspek.
Sistem pemilihan Thailand telah mengalami banyak perubahan sejak pemilihan terakhir pada 2014. Di bawah aturan baru yang terbentuk pada 2016, parlemen Thailand akan terdiri dari dua kamar.
Senat mewakili majelis tinggi Thailand terdiri dari 250 anggota yang dipilih oleh Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Keteraturan (NCPO) yang sejatinya merepresentasikan junta militer.
Sementara itu, 500 anggota majelis rendah di DPR dipilih oleh penduduk Thailand. 350 anggotanya dipilih secara langsung dengan suara terbanyak dan 150 lainnya melalui sistem representasi proporsional.
Baca Juga
Pemilu yang bakal menjadi medan pertarungan antara pendukung militer dan poros sipil ini setidaknya mempertemukan tiga partai besar. Yakni Phalang Prachart, Pheu Thai, dan Partai Demokrat.
"Terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintahan baru. Konstitusi mengharuskan partai memenangi mayoritas legislatif di kedua majelis untuk berkuasa. Setidaknya 376 kursi dari total 750. Hal ini bakal menjadi tugas berat bagi partai," kata Radika Rao, salah satu ekonom Grup Riset DBS.
Pasar cenderung tak langsung bereaksi pada hari pelaksanaan pemilu dan menunggu sampai hasil resmi diumumkan. Biasanya 60 hari setelah pemungutan suara dilaksanakan.
Sosok petahana yang diusung Phalang Prachart, Jenderal Prayut Chan-o-cha digadang-gadang unggul untuk mengisi pos perdana menteri menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Institut Administrasi Pembangunan Nasional (NIDA). Kendati demikian, partai besutan para loyalis Thaksin Shinawatra, Pheu Thai justru tetap unggul dengan 32,7% suara.
Bagaimanapun DBS mengharapkan kekacauan politik jelang pemilihan tak terjadi di Thailand, mengingat beberapa konflik justru datang beberapa minggu belakangan. Sistem pemilihan yang stabil akan berpengaruh pada prospek pertumbuhan negeri Gajah Putih dan hal ini harus dijaga.
"Pembentukan pemerintahan yang stabil akan bermanfaat bagi prospek pertumbuhan, didorong oleh kelanjutan proyek investasi sektor publik yang besar," papar Rao.
Pasar domestik dan investor Thailand sempat terganggu oleh perkembangan politik baru-baru ini. Salah satunya kisruh pencalonan Putri Ubolratana dan usulan partai pengusungnya, Thai Raksa Chart. Di samping kondisi tersebut, baht Thailand yang memasuki level jenuh beli (overbought) pun turut memengaruhi.
Terlepas dari sejumlah intrik tersebut, pemerintahan baru diharapkan dapat terbentuk jelang dua acara penting yang akan digelar di Thailand. Yaitu upacara penobatan Raja Maha Vajiralongkorn pada 4 Mei dan penyelenggaraan KTT ASEAN 2019 pada Juni mendatang.