Kabar24.com, JAKARTA --Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberikan 12 catatan kritis terhadap kekerasan perempuan yang masih terjadi hingga kini.
Ketua Komnas Perempuan Azriana menuturkan selain kekerasan yang terjadi di ranah personal, komunitas dan oleh negara, lembaga itu juga mencatat sejumlah perhatian serius pada pelbagai kasus. Di antaranya adalah soal kekerasan seksual dan kekerasan oleh tokoh publik.
"Kekerasan terhadap perempuan meluas, mendesak negara hadir hentikan kekerasan," kata Azriana dalam rilis yang dikutip Kabar24.com, Rabu (9/3/2016).
12 catatan oleh Komnas Perempuan itu adalah:
1. Kekerasan seksual dalam pemberitaan media seperti: berita mengenai pekerja seks online, mucikari dan artis pekerja seks, tes keperawanan di institusi militer, kasus perbudakan seks seorang anak perempuan oleh ayah mertua di Tapanuli Selatan, wacana pengesahan kebiri bagi pelaku kekerasan seksual, dan kasus cyber crime: iklan biro jodoh syariah dan penyedia jasa pelayanan perkawinan siri online.
2. KTP yang dilakukan pejabat publik dan tokoh publik, yakni KDRT yang diduga dilakukan oleh 2 orang anggota DPR RI yakni Fanny Syafriansyah dan Irmadi Lubis. Serta kejahatan perkawinan yang diduga dilakukan oleh seorang penyanyi terkenal Charly Van Houten.
3. Kekerasan di lembaga pendidikan: kasus siswi hamil yang kehilangan hak pendidikan, dan kekerasan seksual yang dialami seorang mahasiswi oleh dosennya di UniversitasNegeri Jakarta.
4. Perempuan dalam LP mencatat penganiayaan dalam lembaga itu yang dialami seorang perempuan warga binaan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur dengan pelaku sipir laki-laki.
5. Kebebasan beragama dan peristiwa intoleransi: penyegelan Masjid yang dikelola oleh Jemaat Ahmadiyah yakni Masjid Al Furqon – Tasikmalayadan Masjid An Nur – Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, pembakaran Gereja di Aceh Singkil, pembakaran sanggar/tempat ibadah penganut penghayat kepercayaan Sapta Darma di Dukuh Blando Desa Plawangan Kecamatan Kragan, kasus GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia, pelarangan perayaan hari raya kaum Syiah oleh Walikota Bogor, dan Surat Edaran Kapolri soal penanganan ujaran kebencian(hate speech).
6. Perempuan rentan diskriminasi: penangkapan 2 (dua) orang perempuan oleh petugasWilayatul Hisbah di Aceh, pelarangan diskusi dengan tema LGBT di Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Lampung, seorang LBT dihukum penjara karena penipuan perkawinan di Sulawesi Barat, dan diskriminasi pendidikan bagi anak-anak kelompok penghayat kepercayaan.
7. Pelanggaran HAM Masa Lalu: digelarnya International People’s Tribunal kasus-kasuspelanggaran HAM berat peristiwa ‘65, pelarangan pemutaran film dan diskusi peristiwa 65 di UIN SunanKalijaga – Yogyakarta, Bukittinggi, dan Bali, pembredelan majalah Lentera yang mengangkat tentang korban G30S di Salatiga, kuburan massal tragedi ‘65 di Semarang yang akan dijadikan situs bersejarah, prasasti Mei ’98 di makam massal TPU PondokRanggon, Komnas Perempuan sebagai Situs Ingatan Tragedi Mei ’98, dll.
8. Perempuan dan Pemiskinan: perempuan menjadi korbansindikat narkoba kemudian diancam hukuman mati, kasus MJV, 2 perempuan Indonesia yang menjadi korban dalam relasi pacaran dengan pelaku sindikat narkoba, eksekusi mati 2 pekerja migran Indonesia di Arab Saudi, kasus penganiayaan 17 PRT di Bogor, kasus penggusuran dampak pembangunan Waduk Jatigede di Jawa Barat, dan Kampung Pulo Jatinegara Jakarta, kasus kabut asap dan kerentanan perempuan adat,
9. Isu Papua: diskriminasi dan politisi isu perempuan dalam pilkada di sejumlah daerah di Papua, perkawinan adat dan perkawinan anak, kasus penembakan oleh aparat keamanan hingga meninggalnya seorang anak dan 11 orang luka-luka dalam penanganan konflik antar kelompok masyarakat di Tolikara, dan kasus pembunuhan seorang ibu yang sedang hamil dan dua anaknya dengan tersangka seorang anggota TNI.
10. Kemajuan Hukum: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk prolegnas 2015-2019, dan sejumlah dukungan terhadap RUU ini, perubahan ketentuan tentangg anti kerugian dalam KUHAP melalui PP Nomor 92/2015, 9 tokoh perempuan dipilih menjadi anggota Panitia Seleksi KPK, penambahan budget untuk KPPPA, dan komitmen Jokowi untuk memperkuat kelembagaan Komnas Perempuan. Putusan Pengadilan yang memenangkan masyarakat adat Sedulur Sikep terhadap PT. Semen Indonesia, dan temu Nasional Perempuan Adat II di Bogor yang menghasilkan sejumlah resolusi.
11. Kemunduran Hukum: putusan Mahkamah Konstitusi menolak permintaan dicabutnya perkawinan anak, penambahan 31 kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang kembali dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. Total yang didokumentasi Komnas Perempuan sebanyak 389 kebijakan diskriminatif.
12.Isu Internasional: Jaringan Pelayanan Sosial untuk pencegahan, perlindungan serta pendampingan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di ASEAN, Rencana Aksi Regional Penghapusan KTP di ASEAN, tindak lanjut rekomendasi Komite Hak Sipil dan Politik PBB oleh Indonesia dalam 1 tahun, yakni tentang pelanggaran HAM Masa Lalu, hukuman mati, sunat perempuan dan pencabutan UU No.1/1965/PNPS.